WahanaNews.co | Indonesia,
ekonomi terbesar di Asia Tenggara dapat memaksimalkan pendapatan pajaknya
dengan meningkatkan pajakpenghasilan bagi orang-orang super kaya - mereka
yang memiliki kekayaan bersihnya melebihi US$ 1 juta atau Rp 14,2 miliar - yang
jumlahnya terus meningkat setiap tahun.
Langkah ini bisa bermanfaat bagi Indonesia, karena
defisit negara telah mencapai Rp 553 triliun karena anggaran Pemulihan Ekonomi
Nasional yang sedang berlangsung untuk menahan dampak ekonomi wabah Covid-19.
Baca Juga:
Bea Cukai Tindak 31.275 Perdagangan Ilegal di 2024, Menkeu: Potensi Kerugian Negara Rp3,9 Triliun
Indonesia juga mengalami resesi pertama sejak 1998
tahun lalu dan penerimaan pajaknya hanya mencapai 89,25% atau Rp 1.019 triliun
pada tahun lalu, meleset 10% dari target Rp 1.198 triliun.
Riset menunjukkan bahwa meningkatkan pajak untuk orang
super kaya dapat membantu pemerintah meningkatkan penerimaan pajak. Lalu
pemerintah dapat mendistribusikan kembali kekayaan dalam bentuk insentif atau
bantuan sosial dan mengurangi ketimpangan pendapatan di masyarakat.
Penimbunan kekayaan dan ketidaksetaraan
Baca Juga:
Menkeu: Kemenkeu Dukung dan Berikan Bantuan Maksimal Kepada Seluruh K/L pada KMP
Terlepas dari pandemi Covid-19, jumlah orang kaya
terus meningkat karena didorong oleh pemulihan ekonomi.
Sebuah studi baru-baru ini dari Knight Frank, sebuah
perusahaan konsultan yang berbasis di London, memprediksikan bahwa di Indonesia
terdapat 21.430 high net worth individual, atau orang dengan kekayaan lebih
dari US$ 1 juta pada 2020.
Jumlah ini akan meningkat 110% menjadi 45.063 orang
pada 2025.
Sedang mereka yang memiliki kekayaan bersih lebih dari
US$ 30 juta (Rp 434,5 miliar) dikategorikan sebagai ultra high net worth
individual atau individu yang sangat kaya.
Laporan tersebut menyatakan ada 673 orang dalam
kategori ini pada 2020, dengan jumlah yang diperkirakan meningkat secara pesat
sebesar 67% menjadi 1.125 orang pada 2025. Indonesia akan memiliki pertumbuhan
jumlah individu super kaya yang paling cepat di Asia.
Daftar lain dari Forbes juga mengungkapkan bahwa 15
orang Indonesia masuk dalam 100 keluarga terkaya di dunia.
Ironisnya, Indonesia masih menghadapi banyak masalah
dalam upayanya memberantas kemiskinan, yang telah mencapai tertinggi tiga tahun
karena pandemi.
Pada September tahun lalu, Indonesia tercatat memiliki
27,5 juta orang miskin, atau setara dengan 10,19% dari populasi. Koefisien Gini
Indonesia juga naik dari 0,3 pada 2000 menjadi 0,4 pada 2015, yang menunjukkan
meningkatnya ketimpangan dalam hal distribusi pendapatan.
Saat ini, Indonesia adalah negara keenam dengan
ketimpangan kekayaan terbesar di dunia - empat orang terkaya di Indonesia
memiliki kekayaan lebih besar dari gabungan 100 juta orang termiskin.
Ketimpangan pendapatan yang semakin lebar ini akan
mengancam kualitas demokrasi di Indonesia dan stabilitas sosial pada masa
depan.
Menurut European Journal of Political Economy
kestabilan demokrasi tergantung pada meratanya pendapatan masyarakat.
Survei baru-baru ini menemukan bahwa mayoritas
penduduk Indonesia sudah mendukung pemungutanpajakkepada orang-orang
super kaya.
Mendistribusikan kembali kekayaan
Pajak adalah alat yang ampuh untuk mengurangi
ketimpangan pendapatan dan mendistribusikan kembali kekayaan dari yang kaya ke
yang miskin.
Namun, penerimaan pajak Indonesia masih harus menempuh
jalan panjang sebelum mencapai hasil ini.
Indonesia memiliki rasio pajak terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) atau perbandingan penerimaan pajak dengan ekonomi
keseluruhan yang sangat rendah (10,8% pada 2018) dibandingkan dengan
negara-negara berkembang lainnya dan bahkan yang terendah di antara
negara-negara Asia Tenggara.
Negara-negara seperti Singapura dan Malaysia memiliki
rasio pajak terhadap PDB masing-masing 13,2% dan 12,5% pada 2018.
Salah satu komponen penerimaan pajak nasional adalah
pajak penghasilan orang pribadi.
Anehnya, proporsi pajak penghasilan pribadi hanya
menyumbang kira-kira sepuluh persen dari total penerimaan pajak Indonesia
menurut The Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) pada
tahun lalu.
Selain itu, aturan pajak untuk pendapatan pribadi
hanya berubah sedikit dalam tiga puluh tahun terakhir, terutama di negara
berkembang.
Saat ini, Indonesia hanya mengenakan pajakpenghasilan
30% untuk penduduk dengan penghasilan lebih dari Rp 500 juta per tahun.
Negara lain seperti Jepang dan Swedia dapat mengenakan
biaya hingga sekitar 60% untuk pajak penghasilan warganya. Presiden Amerika
Serikat (AS), Joe Biden, juga baru-baru ini mengumumkan proposal untuk
menaikkan pajak pendapatan untuk orang-orang yang berpenghasilan lebih dari US$
1 juta setahun.
Artinya, untuk Indonesia masih ada ruang untuk
menaikkan pajak penghasilan maksimal secara bertahap menjadi 45% atau bahkan
50%.
Parlemen perlu menyiapkan undang-undang baru untuk
memajaki orang kaya Indonesia - orang-orang yang hanya 1% dari populasi. Mereka
yang memiliki pendapatan dan kekayaan yang secara tidak proporsional dan jauh
lebih besar daripada kebanyakan orang lain di negara ini.
Akibat pelemahan ekonomi Indonesia saat ini di tengah
Covid-19 dan disparitas pendapatan yang tinggi di negara ini, sekarang adalah
waktu yang tepat bagi pemerintah untuk mulai mempertimbangkan pajak baru untuk
orang super kaya. (WN)
Artikel ini sebelumnya tayang di The Conversation