“Jadi saya dan teman-teman di kampus lebih melihat aspek kebebasan sipilnya yang mungkin kita mendapatkan justifikasi dari penurunan indeks demokrasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir,” tambahnya.
Namun, kembali lagi dia menekankan concern seperti itu tidak terlalu banyak dirasakan oleh masyarakat bawah. Ternyata katanya masyarakat lebih melihat aspek ekonomi nasional ketimbang demokrasinya.
Baca Juga:
Dalam Sesi Doa, MUI Harap Presiden Prabowo Bangun Demokrasi dan Berantas Korupsi
“Jadi buat mereka secara umum inflasi lebih penting daripada demokrasi dalam artian kebebasan sipil,” imbuhnya.
Sementara itu, Dia menginformasikan hasil survei kondisi ekonomi nasional berada di level sedang/average dengan 41,4%. Kemudian, 28,2% baik, 1,9% sangat baik, 25,2% buruk, dan 3,1% sangat buruk.
“Pada umumnya kondisi ekonomi dinilai sedang, tetapi lebih banyak yang menilai baik atau sangat baik ketimbang yang menilai buruk atau sangat buruk,” tulisnya dalam hasil survei kondisi ekonomi nasional.
Baca Juga:
KPU Labura Genjot Partisipasi Pemilih Pemula di Pilkada 2024
“Meskipun kalau kita lihat trennya terlihat tren ekonomi nasional di mata publik. Secara umum persepsi nasional berimbang antara positif atau negatif tetapi overall banyak yang mengatakan sedang,” sambungnya.
Burhanuddin mengungkapkan bahwa evaluasi persepsi terhadap kondisi ekonomi nasional oleh responden memiliki signifikansi besar dalam membentuk peta elektoral untuk Pemilihan Presiden 2024.
Hasil evaluasi ini diharapkan dapat memengaruhi pandangan terhadap calon yang terkait dengan kinerja pemerintah saat ini.