Di Kalimantan Barat, masyarakat terbiasa menampung air hujan di bak, tong kayu, drum, atau tempayan.
Di sana, air hujan menjadi solusi memenuhi kebutuhan air harian karena air sumur dan air sungai cenderung keruh dan berlumpur.
Baca Juga:
Soal Sumur Resapan, Heru: Jangan Lihat Siapa yang Buat, Tapi untuk Siapa
Sementara masyarakat Gunungkidul, DI Yogyakarta, sangat mengandalkan air dari penampungan air hujan (PAH).
Sumber air ini cukup membantu pemenuhan kebutuhan air harian mengingat kondisi geografis Gunungkidul yang kering dan sulit mengakses air bersih.
Di tempat lain, yaitu Dusun Bunder, Jatinom, Klaten, Jawa Tengah, warga memanfaatkan air hujan yang telah diolah dengan teknik elektrolisis untuk air minum.
Baca Juga:
Menteng Bukan Daerah Banjir, Tapi Kok Ada Sumur Resapan?
Bahkan, mereka memiliki laboratorium penelitian air hujan yang dikelola secara mandiri.
Upaya membudayakan air hujan sebagai barang berharga melalui teknik elektrolisis oleh seniman Agus Bimo Prayitno dan rohaniwan V Kirjito Pr telah berhasil dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Kebiasaan itu dapat diimplementasikan juga di daerah-daerah lain guna membantu pemenuhan kebutuhan air bersih secara mandiri.