WahanaNews.co | Musim hujan sering kali lebih lekat dengan ancaman bencana dibandingkan keberkahan.
Khususnya bagi masyarakat perkotaan dan mereka yang tinggal di kawasan rawan bencana.
Baca Juga:
Soal Sumur Resapan, Heru: Jangan Lihat Siapa yang Buat, Tapi untuk Siapa
Hal ini karena tingginya frekuensi bencana hidrometeorologi saat musim hujan.
Di sisi lain, musim hujan mendatangkan sumber daya melimpah, yaitu air hujan yang dapat dikelola sehingga memberikan manfaat.
Apalagi, Indonesia memiliki rata-rata curah hujan yang cukup tinggi, yaitu 2.000 sampai 3.000 milimeter (mm) per tahun.
Baca Juga:
Menteng Bukan Daerah Banjir, Tapi Kok Ada Sumur Resapan?
Bagi daerah yang menghadapi permasalahan krisis air bersih, air hujan sangat diharapkan.
Dengan beragam cara pengelolaan dan penyimpanan air hujan, seharusnya kebutuhan air bersih masyarakat dapat tercukupi.
Apalagi dapat dipraktikkan secara mandiri ataupun secara kolektif.
Salah satu cara yang sedang gencar diupayakan adalah teknik memanen air hujan atau rain water harvesting.
Dalam jurnal ”Teknik Pemanenan Air Hujan sebagai Alternatif Upaya Penyelamatan Sumber Daya Air di Wilayah DKI Jakarta” dijelaskan bahwa teknik memanen air hujan dilakukan dengan mengumpulkan atau menampung air hujan atau aliran permukaan saat curah hujan tinggi untuk digunakan saat periode curah hujan rendah.
Teknik ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan atap bangunan ataupun bangunan reservoir, seperti dam parit, embung, kolam, situ, ataupun waduk.
Merujuk perhitungan dalam penelitian tersebut, teknik memanen air hujan menggunakan atap bangunan dapat memenuhi 599.800 liter air per hari atau 28,6 persen dari total kebutuhan air bersih penduduk Jakarta per hari.
Perhitungan tersebut berdasarkan perkiraan jumlah penduduk, jumlah bangunan rumah, curah hujan, dan kebutuhan air bersih per orang.
Perhitungan itu hanyalah gambaran besarnya potensi air hujan sebagai salah satu sumber air bersih.
Jika dilakukan di banyak daerah dengan ditambah beragam teknik pengelolaan air hujan, seperti sistem penampungan air hujan (PAH), sumur resapan, biopori, dan pemanfaatan taman atau tanah berumput, kebutuhan air bersih di Indonesia semakin tercukupi.
Resapan Air
Sayangnya, pemanfaatan dan pengelolaan air hujan di Indonesia masih belum optimal.
Limpahan air hujan begitu saja terbuang sia-sia.
Sering kali air hujan hanya dialirkan melalui talang air, tetapi tidak ditampung untuk digunakan kembali atau dialirkan ke tanah untuk disimpan.
Kondisi ini setidaknya tecermin dari rendahnya kepemilikan tiga jenis resapan air oleh rumah tangga yang terhimpun dalam data Badan Pusat Statistik.
Data BPS tidak menjelaskan sumber limpasan air yang terserap.
Akan tetapi, data ini dapat menggambarkan kebiasaan masyarakat mengolah air, termasuk air hujan.
Dari ketiga sumber resapan air, taman atau tanah berumput paling banyak dimiliki dibandingkan sumur resapan dan lubang biopori.
Setidaknya data tahun 2017 menunjukkan, 24 persen rumah tangga masih memilikinya, meski angkanya menurun dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 26,7 persen.
Sebagai gantinya, pembangunan sumur resapan dan lubang biopori ditingkatkan.
Meskipun kepemilikan sumur resapan dan lubang biopori masih terbilang sangat rendah, trennya menunjukkan peningkatan.
Pada 2013, sebanyak 3,3 persen rumah tangga memiliki sumur resapan dan 1,6 persen rumah tangga memiliki lubang biopori.
Pada 2017, kepemilikannya meningkat menjadi 4,9 persen untuk sumur resapan dan 2,1 persen untuk lubang biopori.
Bertambahnya kepemilikan sumur resapan ini sejalan dengan peningkatan pembangunan sumur resapan berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hiduo dan Kehutanan.
Meskipun cenderung fluktuatif, jumlah pembangunan sumur resapan pada periode 2014 sampai 2018 meningkat dari 1.120 menjadi 6.000 sumur resapan per tahun.
Data tersebut menjelaskan perlunya menggerakkan budaya menyimpan dan mengelola air hujan agar tidak terbuang sia-sia.
Akan sangat disayangkan apabila air hujan yang melimpah ruah hanya dibiarkan berlalu tanpa dimanfaatkan.
Selama ini, pemanfaatan air hujan sebagai sumber air bersih biasanya hanya dilakukan oleh masyarakat di wilayah yang sulit mendapatkan air atau tidak mampu mengakses air bersih.
Untuk keperluan minum, hanya 2,2 persen rumah tangga di Indonesia yang menggunakan air hujan.
Angka itu pun menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Positifnya, penurunan tren penggunaan air hujan sebagai air minum disebabkan akses terhadap sumber air lain meningkat.
Mengelola Air Hujan
Mengelola serta memanfaatkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari sebenarnya sudah biasa dilakukan di sejumlah daerah.
Di Kalimantan Barat, masyarakat terbiasa menampung air hujan di bak, tong kayu, drum, atau tempayan.
Di sana, air hujan menjadi solusi memenuhi kebutuhan air harian karena air sumur dan air sungai cenderung keruh dan berlumpur.
Sementara masyarakat Gunungkidul, DI Yogyakarta, sangat mengandalkan air dari penampungan air hujan (PAH).
Sumber air ini cukup membantu pemenuhan kebutuhan air harian mengingat kondisi geografis Gunungkidul yang kering dan sulit mengakses air bersih.
Di tempat lain, yaitu Dusun Bunder, Jatinom, Klaten, Jawa Tengah, warga memanfaatkan air hujan yang telah diolah dengan teknik elektrolisis untuk air minum.
Bahkan, mereka memiliki laboratorium penelitian air hujan yang dikelola secara mandiri.
Upaya membudayakan air hujan sebagai barang berharga melalui teknik elektrolisis oleh seniman Agus Bimo Prayitno dan rohaniwan V Kirjito Pr telah berhasil dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Kebiasaan itu dapat diimplementasikan juga di daerah-daerah lain guna membantu pemenuhan kebutuhan air bersih secara mandiri.
Tidak hanya bagi pertanian dan kebutuhan air harian, air hujan juga dapat dimanfaatkan untuk industri dan aktivitas ekonomi lain.
Bagi wilayah rawan bencana, pengelolaan dan pemanfaatan air hujan juga membantu mencegah terjadinya bencana, seperti banjir.
Dengan demikian, musim hujan tidak lagi semata-mata lekat dengan bencana, tetapi juga membawa keberkahan. [qnt]
Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul “Memanfaatkan Keberkahan Musim Hujan”. Klik untuk baca: Memanfaatkan Keberkahan Musim Hujan - Kompas.id.