WahanaNews.co | Banjir besar yang menerjang wilayah
Kalimantan Selatan pada 12-13 Januari 2021 memantik perdebatan panjang.
Selain
karena curah hujan ekstrem, tak sedikit pihak menuding penyebab banjir karena
masifnya pembukaan lahan.
Baca Juga:
Tim Pakar ULM Kaji Banjir Kalsel
Faktor
inilah yang kemudian dianggap turut andil terciptanya banjir besar di
Kalimantan.
Manajer
Kampanye Walhi Kalimantan Selatan, M Jefri Raharja, menyebutkan, banjir di Kalimantan Selatan sebagai bencana
ekologi.
Sebab,
terlepas dari tingginya curah hujan, banjir juga terjadi karena adanya
kontribusi dari dampak pembukaan lahan.
Baca Juga:
Banjir Kalsel: PLN Sukses Nyalakan 99,9% Gardu
Tak
ayal, banjir kali ini pun lebih parah dibandingkan periode-periode sebelumnya.
Berdasarkan
data yang dimiliknya, salah satu peruntukan pembukaan lahan di Kalimantan
adalah terciptanya perkebunan sawit.
Namun,
pembukaan perkebunan sawit ini berlangsung secara terus-menerus.
Dari
tahun ke tahun, luas perkebunan mengalami peningkatan dan mengubah kondisi
sekitar.
Pada
rentang 2009 sampai 2011, terjadi peningkatan luas perkebunan sebesar 14 persen
dan terus meningkat di tahun berikutnya sebesar 72 persen dalam 5 tahun.
"Sedangkan
untuk tambang, bukaan lahan meningkat sebesar 13 persen hanya 2 tahun. Luas
bukaan tambang pada 2013 ialan 54.238 hektar," ujar Jefri, Jumat
(15/1/2021).
Pihaknya
pun menyesalkan kondisi hutan di Kalimantan yang kini beralih menjadi lahan
perkebunan.
Pembukaan
lahan atau perubahan tutupan lahan juga mendorong laju perubahan iklim global.
"Kalimantan
yang dulu bangga dengan hutannya, kini hutan itu telah berubah menjadi
perkebunan monokultur sawit dan tambang batu bara," terang dia.
Perluasan
lahan secara masif dan terus-menerus, menurut Jefri, memperparah bencana,
terutama di kondisi cuaca ekstrem.
"Akhirnya
juga memengaruhi dan memperparah kondisi ekstrem cuaca, baik itu di musim
kemarau dan musim penghujan," kata dia.
Hingga
Rabu (20/1/2021), banjir di Kalimantan Selatan menyebabkan 21 orang meninggal
dunia.
Sebanyak
342.987 orang terdampak, di mana 63.608 di antaranya mengungsi.
Adapun
infratsruktur yang terdampak akibat bencana ini meliputi 66.768 rumah terendam,
18.294 meter jalan terendam, dan 21 jembatan rusak.
Tak
hanya itu, banjir ini juga menyebabkan 18.356 hektar lahan pertanian di 11
kabupaten/kota di Kalimantan gagal panen.
Curah Hujan
dan Berkurangnya Hutan Primer
Sementara
itu, analisis Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menunjukkan,
banjir di Kalimantan Selatan disebabkan tingginya curah hujan dan turunnya
lahan hutan primer.
Dua
faktor penyebab ini berdasarkan data satelit penginderaan jauh resolusi
menengah, di mana hasil pengamatan ini masih bersifat estimasi dan belum
dilakukan verifikasi.
"Curah
hujan ini menjadikan banjir melanda Provinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 13
Januari 2021," kata Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lapan, M
Rokhis, dalam keterangan tertulis yang diterima pada Minggu (17/1/2021).
Sementara
itu, hasil analisis terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito menunjukkan
adanya penurunan luas hutan.
Penurunan
luas DAS Barito ini sejalan dengan kian meluasnya area perkebunan secara signifikan.
Dalam
kurun waktu 10 tahun, tercatat ada perluasan area perkebunan yang cukup
signifikan, yakni sebesar 219.000 hektar.
Kendati
demikian, Rokhis menyebut bahwa belum bisa dipastikan apakah perluasan area
perkebunan yang signifikan itu terjadi karena perkebunan kelapa sawit.
"Karena
datanya dari data satelit resolusi menengah, belum dapat ditentukan sawit atau
perkebunan lainnya," katanya lagi.
Dia
menyebutkan, perubahan penutup lahan dalam 10 tahun ini dapat memberikan
gambaran kemungkinan terjadinya banjir di DAS Barito.
Pemerintah
Membantah
Kian
menggelindingnya polemik penyebab banjir di Kalimantan Selatan memaksa Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, angkat bicara.
Siti
secara tegas membantah penyebab penyebab banjir di Kalimantan Selatan karena
menyusutnya DAS Barito wilayah Kalimantan Selatan.
Ia
menegaskan, asal-muasal banjir di Kalimantan Selatan karena terjadinya
anomali cuaca.
"Penyebab banjir Kalimantan Selatan (karena)
anomali cuaca dan bukan soal luas hutan di DAS Barito wilayah Kalimantan
Selatan," ujar Siti, dikutip dari akun Twitter-nya,
@SitiNurbayaLHK, Rabu (20/1/2021).
Siti
menerangkan, Kalimantan secara keseluruhan mempunyai area DAS seluas 6,2 juta
hektar, di mana 1,8 juta hektar di antaranya berada di DAS Barito wilayah
Kalimantan Selatan.
Dari
keseluruhan DAS Kalimantan, 94,5 persen dari total wilayah hulu DAS Barito
berada di dalam kawasan hutan.
Merujuk
data 2019, sebanyak 83,3 persen hulu DAS Barito masih bertutupan hutan alam,
sedangkan 1,3 persen sisanya merupakan hutan tanaman.
Dengan
demikian, klaim Siti, hulu DAS barito masih bagus.
"Dalam
hal ini hulu DAS Barito masih terjaga baik," kata Siti.
Siti
juga mengatakan, bagian DAS Barito yang berada di wilayah Kalimantan Selatan
secara kewilayahan hanya mencakup 40 persen kawasan hutan.
Sementara
itu, 60 persen lainnya mencakup Areal Penggunaan Lain (APL) atau bukan kawasan
hutan.
Ia
menegaskan, kondisi DAS Barito di wilayah Kalimantan Selatan tidak sama dengan
DAS Barito Kalimantan secara keseluruhan.
DAS
Barito di wilayah Kalimantan Selatan berada di lahan untuk masyarakat yang
didominasi pertanian lahan kering campur semak, sawah, serta kebun.
Ia
menyebutkan, kejadian banjir pada DAS Barito di wilayah Kalimantan Selatan
berada di Daerah Tampung Air (DTA) Riam Kiwa, DTA Kurau, dan DTA Barabai.
"Karena
curah hujan ekstrem dan sangat mungkin terjadi dengan recurrent (keberulangan)
periode 50 hingga 100 tahun," tegas Siti. [dhn]