WAHANANEWS.CO, Raja Ampat - Di tengah gelombang penolakan terhadap aktivitas pertambangan di kawasan konservasi, pemerintah justru menyatakan bahwa PT Gag Nikel memiliki dasar hukum yang sah untuk menambang di Pulau Gag, Raja Ampat.
Pernyataan ini memicu reaksi tajam dari pegiat lingkungan, yang mempertanyakan komitmen pemerintah dalam melindungi ekosistem Papua.
Baca Juga:
Bangun Sinergitas, DPD Partai Hanura Provinsi Papua Barat Daya Silaturahmi dengan Polres Raja Ampat
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan bahwa PT Gag Nikel (PT GN) memiliki hak spesial untuk menjalankan kegiatan eksploitasi tambang nikel di wilayah tersebut.
Meskipun Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1999 tentang Kehutanan secara eksplisit melarang aktivitas pertambangan di kawasan hutan lindung, Hanif menyebutkan bahwa ada pengecualian hukum yang berlaku.
Menurut Hanif, PT Gag Nikel bersama 12 perusahaan lainnya mendapat izin legal berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 yang menetapkan Perppu Nomor 1 Tahun 2004 sebagai undang-undang.
Baca Juga:
Kolaborasi Bersama RSUD, GMB Raja Ampat Sukses Gelar Aksi Donor Darah Jelang Hut Ke-3
Ia menambahkan bahwa seluruh wilayah Kabupaten Raja Ampat memang termasuk dalam kawasan hutan, tetapi PT GN telah memenuhi semua persyaratan perizinan yang ditetapkan.
"Dengan pengecualian yang diberikan kepada 13 perusahaan ini, termasuk PT GN, kegiatan penambangan dapat dilakukan secara legal," ujar Hanif dalam konferensi pers di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Minggu (8/6/2025).
Landasan hukum tambahan yang memperkuat status PT GN tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 2004.
Keppres yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri pada 12 Mei 2004 ini memperjelas bahwa 13 perusahaan yang telah memperoleh izin sebelum berlakunya UU Kehutanan tetap boleh melanjutkan kegiatan pertambangan hingga izin tersebut berakhir.
Isi Keppres itu terdiri dari tiga poin utama. Pertama, 13 izin atau perjanjian pertambangan yang sudah ada sebelum UU Kehutanan tetap berlaku di kawasan hutan.
Kedua, pelaksanaan kegiatan pertambangan wajib mengikuti izin pinjam pakai yang ditentukan oleh Menteri Kehutanan.
Ketiga, keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Berikut daftar 13 perusahaan yang diberi hak istimewa untuk beroperasi di kawasan hutan:
PT Freeport Indonesia: Terbagi dua wilayah, yaitu di Kabupaten Mimika untuk tahap produksi (tembaga, emas, dmp, 10.000 hektar) dan wilayah eksplorasi di Mimika, Paniai, Jaya Wijaya, Puncak Jaya (202.950 hektar).
PT Karimun Granit: Beroperasi di Kepulauan Riau, tambang granit seluas 2.761 hektar.
PT Inco Tbk: Produksi nikel di Sulawesi Selatan, Tengah, dan Tenggara, luas 218.528 hektar.
PT Indominco Mandiri: Tambang batubara di Kalimantan Timur, luas 25.121 hektar.
PT Aneka Tambang: Produksi nikel di Maluku Utara, luas 39.040 hektar.
PT Natarang Mining: Tambang emas di Lampung, tahap konstruksi, luas 12.790 hektar.
PT Nusa Halmahera Minerals: Produksi, konstruksi, dan eksplorasi emas di Maluku Utara, luas 29.622 hektar.
PT Pelsart Tambang Kencana: Eksplorasi emas di Kalimantan Selatan, luas 201.000 hektar.
PT Interex Sacra Raya: Studi kelayakan tambang batubara di Kaltim dan Kalsel, luas 15.650 hektar.
PT Weda Bay Nickel: Eksplorasi nikel di Maluku Utara, luas 76.280 hektar.
PT Gag Nikel: Eksplorasi nikel di Papua, luas 13.136 hektar.
PT Sorikmas Mining: Eksplorasi emas di Sumatera Utara, luas 66.200 hektar.
PT Aneka Tambang: Eksplorasi nikel di Sulawesi Tenggara, luas 14.570 hektar.
Polemik ini kembali menghidupkan perdebatan tentang benturan antara kebijakan perlindungan lingkungan dan kepentingan industri tambang.
Sementara pegiat lingkungan mendesak penghentian operasi di Pulau Gag demi menjaga keutuhan ekosistem Raja Ampat, pemerintah tetap berdiri di atas payung hukum lama yang kini menuai kontroversi baru.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]