Sebagai catatan, selama berkuasa eks-Pangkostrad itu beberapa kali membangun yayasan yang dikelola istri dan keluarganya. Ada yang bergerak di bidang amal, pendidikan, keagamaan dan kesehatan. Seperti Yayasan Supersemar, Yayasan Dharmais, dan sebagainya.
Mengutip buku George Junus berjudul Korupsi Kepresidenan (2006) diketahui, yayasan itu kerap meminta sumbangan kepada perusahaan negara. Misalnya, pada 1978 pemerintah mewajibkan bank negara memberikan 2,5% keuntungan kepada yayasan.
Baca Juga:
Mensos Saifullah Yusuf Sebut Usulan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Datang dari Masyarakat
Masalahnya, tidak ada catatan transparansi mengenai dana sumbangan itu. Alhasil, Time pun menyebut yayasan itu merupakan dana gelap raksasa dan mesin politik Soeharto.
Time juga memaparkan fakta lain, antara lain jumlah harta Keluarga Cendana mencapai US$ 15-73 miliar dan terjadi transaksi raksasa US$ 9 miliar dari rekening Soeharto di bank Swiss ke bank Austria.
Begitu pula New York Times yang menyebut seluruh aset Soeharto US$ 30 miliar.
Baca Juga:
Politikus PDIP Guntur Romli Tolak Keras Soeharto dapat Gelar Pahlawan Nasional
Terkait laporan Time, Presiden Soeharto menggugat publikasi internasional tersebut yang pada 2007 oleh Mahkamah Agung dinyatakan menang gugatan Rp 1 triliun.
Namun Pada 16 April 2009, Mahkamah Agung melalui putusannya No. 273 PK/PDT/2008 membatalkan putusan tersebut dan memenangkan Majalah Time setelah mengajukan peninjauan kembali.
Berkat cara licin Soeharto memupuk kekayaan, Transparency International pada 2004 menobatkan Soeharto sebagai presiden terkorup di dunia dengan kekayaan US$ 15-35 miliar.