WAHANANEWS.CO, Karo - Di tengah sejuknya udara pegunungan Karo dan keagungan panorama Danau Toba, hadir simbol baru spiritualitas yang mengundang kekaguman: Rupang Tiga Buddha Perlindungan atau San Bao Fo.
Tiga patung Buddha yang menjulang tenang di Vihara Suwarnadwipa ini bukan sekadar objek keindahan, tapi juga perwujudan nilai-nilai luhur Buddhisme: perlindungan, kebijaksanaan, dan penyembuhan.
Baca Juga:
Jadi Tuan Rumah Lari Lintas Alam Dunia, MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong Promosi Otorita Danau Toba dan Pulau Samosir
Ketiga rupang itu adalah Amitabha Buddha, Sakyamuni Buddha, dan Medicine Buddha atau Bhaiṣajyaguru.
Ketiganya menjadi manifestasi Triratna, Buddha, Dharma, dan Sangha, sebagai tiga permata utama dalam ajaran Buddhis.
Ketiganya kini menghiasi halaman Vihara Suwarnadwipa di Taman Simalem Resort (TSR), Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Kepedulian Menparekraf dan Ketum PDIP terhadap Ancaman Pencabutan Status Kaldera Danau Toba oleh UNESCO
Dalam ajaran Buddhis, rupang atau patung suci bukan hanya simbol, tapi juga bentuk perenungan akan sifat-sifat luhur seorang Buddha.
Peresmiannya digelar pada Minggu (25/5/2025) lalu, dengan suasana syahdu dan sakral.
Pembimbing Masyarakat Buddha Provinsi Sumut, Sukasdi, bersama Ven. He Miao dan Ven. Hui Zong, menandatangani prasasti peresmian. Doa-doa dipanjatkan dalam kebersamaan, mempererat nilai kemanusiaan dan cinta kasih antar umat.
Sukasdi mengajak umat agar terus mempraktikkan Three Acts of Goodness atau tiga perbuatan mulia.
“Kita harus berbuat baik, berkata baik, dan berhati yang baik. Nilai-nilai ini menjadi landasan penting dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, menjadi cerminan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Vihara Suwarnadwipa berdiri di punggung bukit yang langsung menghadap Danau Toba, dengan latar megah Gunung Sibuaten.
Arsitekturnya meniru Kuil Putuo Selatan di Fujian, Tiongkok, salah satu situs suci dalam tradisi Buddhisme Mahayana. Posisinya yang strategis di dalam kawasan Taman Simalem Resort membuatnya juga menjadi destinasi wisata religi dan budaya yang kuat.
General Manager TSR, Eddy Tanoto Sukardi, menyatakan bahwa pembangunan vihara merupakan gagasan Almarhum Tamin Sukardi.
“Tujuannya memberi kesempatan umat Buddha beribadah sekaligus berwisata ke Danau Toba,” kata Eddy dalam keterangannya pada Jumat (30/5/2025).
Kawasan TSR sendiri merupakan resor terpadu seluas 206 hektare, menggabungkan konsep agrowisata dan ekowisata.
Lokasinya dapat ditempuh dalam tiga jam dari Medan, atau sekitar 45 menit dari Berastagi. Tempat ini juga dikenal karena menyatukan rumah ibadah tiga agama, vihara, masjid, dan gereja, dalam satu kawasan sebagai simbol kerukunan umat.
Sejarah panjang pendirian TSR berawal dari tahun 1987 ketika Tamin Sukardi membangun Hotel Sibayak Internasional di Berastagi, hotel bintang empat pertama di Sumut.
Pada 1998, ia membeli tanah bernama Gorat Ni Padang, yang kemudian menjadi lokasi berdirinya TSR dan vihara ini. Vihara Suwarnadwipa Tianzhu Chansi resmi dibuka pada 2018, mengusung gaya klasik Tiongkok.
Awalnya vihara ini dibangun sebagai kompleks pribadi, namun akhirnya dibuka untuk umum setelah mendapat masukan dari tokoh-tokoh agama.
“Vihara ini warisan orang tua saya yang telah dihibahkan sebagai tempat ibadah umat, semoga bermanfaat,” ujar Eddy.
Salah satu arsiteknya, Firman, menyebut bahwa hampir 20 persen ornamen diimpor langsung dari Fujian.
Pada November 2023, Rupang Avalokitesvara Bodhisattva dipahat dari satu batang pohon besar dan dikirim langsung dari Nan An, Tiongkok.
Karya ini dibuat sejak 2006 oleh Tamin Sukardi dan kini menjadi daya tarik spiritual dan estetika yang menyatu di Vihara Suwarnadwipa.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]