"Mohon maaf kalau mau jauh, Imam Syafi'i, kalau pergi ke masjid, telinga disumpal dengan kapas. Apa tujuannya, dia tidak ingin dengar apapun selama perjalanan dari rumah ke masjid. Saking cerdas beliau, hanya mendengar itu beliau hafal di pikiran dia. Takut tercampur dengan hafalan hadis, fikih dll. Kita harus proporsional, jernih melihat itu," katanya.
Ziyad malah memberikan perhatian pada panitia vaksinasi. Apakah mereka tahu bahwa yang akan divaksin adalah penghafal alquran.
Baca Juga:
Kapolres Rohil Siap Ciptakan Pilkada Damai dan Bangun Sinergitas Bersama MUI
"Maka justru seharusnya saya bertanya, apakah panitia pelaksana vaksinasi lihat siapa pesertanya. Harusnya menghormati, kalau peserta para santri, penghafal Alquran, maka musik harus dimatikan kalau kita hormati itu. Sebab ada ada santri yang terganggu hafalan-nya makanya santri kemudian menutup telinga," katanya.
Kemudian, dia pun menyayangkan orang-orang yang berbuat nyinyir terhadap santri tanpa mengetahui duduk perkara. Soal musik ini, menurut Ziyad, bukan hanya soal hukum haram musik.
"Jangan lantas terburu-buru menilai mereka mengharamkan musik. Tidak. Meskipun di kalangan para ulama, terjadi perdebatan pandangan ada yang mengharamkan musik secara mutlak," ujarnya.
Baca Juga:
Palu Berzikir: Pemkot Palu Peringati 6 Tahun Gempa, Tsunami, dan Likuefaksi
"Mengapa? karena musik dapat mengantarkan menuju kepada kemaksiatan. Tapi ada yang mengatakan ulama muslim boleh kalau menjadi wasilah untuk berdakwah," katanya.
Dia pun menyayangkan kelompok orang yang memberi label radikal kepada para santri tersebut. Dia yakin, para santri itu hanya sedang menjaga hafalannya.
"Jangan kemudian lantas mengaitkan, oh dia ISIS, oh dia Taliban. Orang yang menyatakan menyinyir, itu nyinyiran orang radikal. Tidak boleh melakukan itu. Kita dudukan secara jernih dalam masalah ini," katanya.