WahanaNews.co | PT
Bakrie Telecom Tbk (BTEL) tercatat alami kerugian bersih hingga Rp 72,7 miliar
pada semester I atau paruh pertama tahun ini, Juni 2021.
Baca Juga:
Ponakan Luhut Panjaitan, Pandu Sjahrir Bakal Akuisisi 10,67% Saham NET TV
Tercatat, kerugian bersih yang diderita perusahaan turun
57,97% dari periode yang sama tahun sebelumnya di mana rugi bersih perusahaan
mencapai Rp 174,37 miliar.
Pada semester pertama tahun ini Bakrie Telecom masih gagal
mencatatkan laba meskipun pendapatan usaha jasa telekomunikasi dan teknologi
informasi naik 178,59% menjadi Rp 16,25 miliar dari sebelumnya hanya sebesar Rp
5,83 miliar.
Pendapatan ini terbagi menjadi pendapatan telekomunikasi
sebesar Rp 3,54 miliar, pendapatan layanan infrastruktur media sebesar Rp 8,74
miliar, pendapatan jasa teknologi informasi Rp 2,56 miliar dan pendapatan jasa
periklanan digital sebesar 1,41 miliar.
Baca Juga:
Saham Prajogo Pangestu Rontok, Rp 180 Triliun Hilang dalam Hitungan Menit
Naiknya pendapatan usaha menyebabkan beban pokok pendapatan
ikut meningkat menjadi Rp 13,22 miliar dari semula sebesar Rp 3,72 miliar.
Pendapatan usaha-neto perusahaan tercatat naik 44% menjadi
Rp 3,04 miliar pada semester pertama tahun ini, meningkat dari periode yang
sama tahun lalu sebesar Rp 2,11 miliar.
Meskipun demikian beban usaha emiten yang dulu mengelola
operator kartu Esia ini masih jauh lebih besar dari pendapatan neto, tercatat
beban usaha BTEL pada 6 bulan pertama tahun ini sebesar Rp 5,71 miliar, sedikit
membaik dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 6,62 miliar.
Adapun pos yang membuat rugi usaha membludak adalah beban
biaya lain-lain yang meski tercatat turun dari semula Rp 169,85 miliar,
angkanya masih cukup besar yakni sejumlah Rp 69,92 miliar di semester pertama
tahun ini. Dengan porsi terbesar adalah beban keuangan senilai Rp 67,36 miliar.
Aset perusahaan tercatat naik signifikan menjadi Rp 6,81
miliar dari posisi akhir tahun lalu senilai Rp 3,26 miliar. Liabilitas
perusahaan juga mengalami peningkatan tipis menjadi Rp 11,38 miliar dari semula
Rp 11,30 miliar.
Alhasil perusahaan masih mengalami defisiensi modal atau
ekuitasnya negatif, pada akhir Juni tahun ini ekuitas perusahaan tercatat
berada di angka negatif Rp 11,37 miliar.
Di pasar modal, saham telekomunikasi milik Grup Bakrie ini
masih berada dalam kondisi tidur, tidak bergerak sama sekali dalam 3 tahun
lebih dan diperdagangkan di harga Rp 50 per saham. Usut punya usut, saham BTEL
disuspensi sejak 29 Mei 2019 sesuai pengumuman BEI.
Sementara itu, defisiensi adalah sebuah situasi dimana
kewajiban perusahaan melebihi asetnya. Defisiensi adalah tanda keuangan yang
sedang mengalami kesulitan dan menunjukkan bahwa perusahaan dapat melalaikan
kewajibannya kepada kreditor. Jika defisiensi aset berlanjut, perusahaan
mungkin menuju kebangkrutan.
Defisiensi aset juga dapat menyebabkan perusahaan perusahaan
yang diperdagangkan sahamnya untuk umum dikeluarkan dari bursa. Perusahaan
mungkin saja secara sukarela dihapuskan dari bursa karena gagal memenuhi
standar keuangan minimum yang sudah ditentukan. [rin]