Ini karena ada fungsi budaya dan sosial budaya dalam olahraga.
Olahraga memang bisa menjadi alat politik, namun juga bisa digunakan sebagai instrumen yang efektif dalam menguatkan kesalingpemahaman antarmasyarakat dan bahkan antarbangsa sehingga menjadi peluang moderasi konflik dan mengkonsolidasikan perdamaian yang lalu membantu menciptakan stabilisasi sosial dan politik, bahkan bisa juga ekonomi.
Baca Juga:
PLN Siapkan Skema Berlapis untuk Listrik Tanpa Padam di MotoGP Mandalika
Studi-studi mutakhir belakangan masa ini tegas menunjukkan adanya hubungan olahraga kompetitif dengan peredaan militansi dan kekerasan dalam masyarakat, bahkan olahraga kompetitif meningkatkan agresivitas sistem sosial dan kohesi sosial.
Maka, tak heran jika banyak yang berpandangan, khususnya dari system kekuasaan, bahwa "politik adalah bagian dari olahraga dan juga bagian dari kehidupan."
Alih-alih memisahkan kedua hal ini, orang semestinya fokus kepada memetakan kekuatan politik olahraga demi kebaikan yang lebih besar.
Baca Juga:
Tim Medis PON XX Papua Belum Terima Honor, DPR Papua Minta Audit
Dan memandang olahraga dari lensa politik berarti memandang siapa yang memiliki akses ke olahraga dan siapa yang tidak.
Dalam perspektif ini, intervensi politik malah bisa memastikan semua orang memiliki akses yang sama kepada olahraga.
Jika intervensi itu baik, maka olahraga bisa dimanfaatkan sebagai sarana mewujudkan perdamaian dan harmoni sosial, bahkan menjadi solusi terbaik dalam menyelesaikan konflik, persis ketika ide Olimpiade lahir di zaman kuno guna mencairkan konflik di antara kelompok-kelompok bangsa kuno yang terus bermusuhan.