Oleh Ahmad Zaenudin
Baca Juga:
Panjangnya Hampir 8 Meter, Ular Terbesar di Dunia Muncul di Hutan Amazon
Alexa Internet, perusahaan analisis lalu lintas web yang populer dengan layanan bernama Alexa Rank, memutuskan undur diri dari dunia maya mulai 1 Mei 2022.
Pengumuman di laman resmi tak menyebut alasan mengapa hal tersebut dilakukan, namun mereka menulis kalau "penghentian operasional seluruh layanan Alexa merupakan keputusan terberat."
Baca Juga:
Jeff Bezos Jual 12 Juta Saham Amazon Senilai Rp31,22 Triliun
Alexa didirikan pada 1996 dan diakuisisi Amazon pada 1999. Mereka menancapkan diri sebagai pijakan utama untuk melihat popularitas situs web--guna dikonversi menjadi senjata utama menarik minat para pengiklan--dengan memanfaatkan script/code yang sukarela dipasang pemilik situs web serta secuil pengguna internet yang rela memasang ekstensi peramban (browser extension) Alexa.
Sayangnya Alexa lambat laun kian tak relevan. Musababnya, di tengah dunia maya yang saat ini dikuasai Google dari hulu ke hilir, analisis Alexa dianggap tak sesempurna Google Analytics. Terlebih, analisis lalu lintas internet yang disajikan Alexa umumnya digunakan para pemilik situs web untuk mencari cuan langsung dari pengiklan (pihak pertama), sebuah aksi bisnis yang kian jarang terjadi saat ini gara-gara, sekali lagi, berkuasanya Google di dunia iklan digital.
Merujuk data Statista, Google mendulang penghasilan sebesar 146,96 miliar dolar AS dari iklan digital (atau setara 27,5 persen total belanja iklan digital) sepanjang 2020, jauh melampaui pencapaian perusahaan internet mana pun. Dari angka tersebut, mayoritas disumbangkan oleh iklan yang ditampilkan di mesin pencari, Google Search, untuk diikuti oleh pelbagai layanan milik Google dalam kerangka Google Ads.
Google Ads inilah--memiliki sub-layanan bernama Adsense dan Admob--yang menjadi sumber utama pelbagai perusahaan internet di seluruh dunia memperoleh pendapatan. Menjadi pihak ketiga (penengah) antara pemilik situs web/aplikasi dengan pengiklan menjadi sebab utama Alexa ditinggalkan.
Ketika Situs Web Memuja Adsense
Menggempur segala lini internet, Google (melalui Search, Analytic, Adsense, dan lainnya) tak hanya berhasil menyingkirkan Alexa, tetapi juga memaksa pelbagai situs web/layanan internet (seperti media online) menurunkan kualitas kontan yang dibuat.
Mengapa? Untuk memperoleh iklan melalui Adsense, Google menjadikan kuantitas lalu lintas internet sebagai tolok ukur cuan yang akan diberikan.
Dan kuantitas lalu lintas yang deras dihasilkan oleh konten-konten clickbait.
Belantara internet menyuguhkan segala informasi, termasuk berita-berita dengan judul yang biasa-biasa saja sampai terhitung bombastis. Judul bombastis kerap bisa membuat dahi mengernyit, tapi tak jarang "sukses" membawa pembaca hanyut untuk mengklik. Inilah arti sederhana dari clickbait.
Ankesh Anand dari Indian Institute of Technology dalam "We used Neural Networks to Detect Clickbaits: You won’t believe what happened Next!" mendefinisikan clickbait sebagai istilah untuk judul berita yang dibuat untuk menggoda pembaca, biasanya menggunakan bahasa provokatif nan menarik perhatian. Fenomena clickbait mencuat dalam dunia digital khususnya media online hanya untuk satu tujuan: mendulang apa yang disebut sebagai page view atau jumlah klik yang masuk.
Editor senior The New York Times Mark Bulik mengatakan clickbait mengubah strategi media ketika membuat judul. Ia mengatakan ukuran clickbait adalah saat pembaca merasa tertipu, bahwa judul tak mewakili isi artikel.
Clickbait memang merupakan manipulasi. Abhijnan Chakraborty dari Indian Institute of Technology Kharagpur dalam makalah berjudul "Stop Clickbait: Detecting and Preventing Clickbaits in Online News Media" mengungkapkan bahwa clickbait mengeksploitasi sisi kognitif manusia yang disebut curiosity gap.
Dalam laporan Wired, George Loewenstein menjelaskan dengan gamblang ihwal teori curiosity gap yang muncul pada dekade 1990-an. Curiosity gap terjadi karena ada celah antara apa yang ketahui dan apa yang ingin diketahui, alias ada kesenjangan pengetahuan. Kesenjangan pengetahuan tersebut memiliki konsekuensi emosional.
Secara umum, judul-judul konten bernuansa clickbait rata-rata menggunakan 10 kata (dalam konteks bahasa Inggris). Kata-kata yang biasanya digunakan adalah I, you, everyone, he, here, it, reason, something, that, dan they--alias memilih kata yang menekankan pada kata ganti. Tak hanya itu, judul-judul clickbait umumnya juga bermain-main dengan kata yang mengandung (atau berarti) kemarahan, kegelisahan, humor, kegembiraan, inspirasi, hingga kejutan atau yang berhubungan dengan emosi.
Melalui clickbait, lalu lintas internet akhirnya diraih. Dihargai oleh Adsense.
(Ahmad Zaenudin, Menyelesaikan studi di jurusan Antropologi pada Universitas Indonesia. Pernah bergabung menjadi reporter di FISIPERS, pers mahasiswa FISIP UI pada tahun 2011. Sejak Februari 2017 menjadi penulis di Tirto.id)-rin
Artikel ini telah tayang di Tirto.id dengan judul “Alexa Tak Lagi Perkasa”. Klik untuk baca: Alexa Tak Lagi Perkasa - Tirto