Dari 70 juta hektare APL tersebut, sekitar 46 persen dikuasai hanya oleh 60 keluarga. Bahkan, satu keluarga disebut memiliki 1,8 juta hektare lahan. Ketimpangan ini tidak hanya melanggar prinsip keadilan sosial, tetapi juga mengancam kedaulatan bangsa dalam jangka panjang.
Indonesia sesungguhnya tidak miskin sumber daya; yang miskin adalah integritas dan keberanian moral dalam mengelolanya. Kekayaan emas dan migas telah lama dieksploitasi melalui kontrak-kontrak asing, batu bara memang mendatangkan devisa namun meninggalkan kerusakan lingkungan, sementara industri sawit menghasilkan ekspor besar tetapi memicu konflik agraria.
Baca Juga:
Mabes Polri Gelar Upacara Sumpah Pemuda, Indeks Pembangunan Pemuda Harus Ditingkatkan
Begitu pula dengan timah, nikel, dan berbagai mineral strategis lainnya—semuanya melimpah, namun belum mampu menghadirkan kesejahteraan yang nyata bagi rakyat. Kepala saya seketika pening mendengar banyak pakar menyebut negeri ini sebagai “surga yang kaya raya,” padahal masih banyak rakyat yang miskin dan hidup susah. Rasanya geram bercampur jengkel!
Akar persoalannya selalu sama: korupsi yang mengakar, penegakan hukum yang lemah, serta kebijakan yang tidak sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Meski bangsa ini telah merdeka sejak 1945 dari penjajahan kolonial, kondisi hari ini seakan bermetamorfosis menjadi kolonialisme gaya baru, dijalankan oleh para pejabat korup, pelaku KKN, oligarki rakus, dan para pengkhianat bangsa.
Karena itu, sudah saatnya generasi muda—khususnya pemuda milenial—bangkit mengambil sikap, bukan lagi berdiam diri atau larut dalam hiburan tanpa peduli terhadap nasib bangsanya. Negeri ini harus benar-benar merdeka, lahir dan batin, terbebas dari kolonialisme gaya baru dan praktik KKN!
Baca Juga:
Peringati Hari Sumpah Pemuda Ke-96, Danrem 182/JO Bacakan Amanat Menpora
Dalam keadaan seperti ini, generasi muda Indonesia tidak boleh terus berpangku tangan. Jika Sumpah Pemuda 1928 adalah ikrar untuk merdeka dari penjajahan asing, maka Sumpah Pemuda Milenial harus menjadi ikrar untuk merdeka dari korupsi, keserakahan, dan ketidakadilan. Inilah saatnya generasi baru tampil dengan keberanian moral, kejernihan intelektual, dan kepedulian sosial.
Seruan “Enough is enough — cukuplah sudah!” harus menggema dari Sabang hingga Merauke. Seluruh pemuda milenial wajib bersatu, kompak, dan serentak menyuarakannya dengan lantang. Generasi ini juga harus siap mengejar para koruptor ke mana pun mereka bersembunyi—baik di gurun pasir maupun di Antarktika. Pernyataan semangat ini pun pernah disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Negara wajib hadir dan pemerintah harus mendengar suara generasi muda. Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu, seluruh harta hasil korupsi harus disita, dan impunitas atau pembebasan dari hukum harus dihapus.