Pengelolaan kekayaan alam harus transparan, berdaulat, dan berpihak pada rakyat serta lingkungan. Kemajuan bangsa tidak boleh hanya diukur dari tinggi gedung atau laju ekonomi, melainkan dari meratanya pendidikan, kesehatan, lapangan kerja bermartabat, dan harga kebutuhan pokok yang terjangkau.
Negara-negara seperti Norwegia, Kuwait, dan Uni Emirat Arab telah membuktikan bahwa sumber daya alam yang dikelola secara bersih, transparan, dan akuntabel mampu menghadirkan kesejahteraan yang luas bagi rakyatnya. Mereka tidak hanya menyediakan pendidikan dan layanan kesehatan gratis, tetapi dalam beberapa kasus—seperti di Kuwait dan Uni Emirat Arab—bahkan membebaskan warga negaranya dari beban pajak.
Baca Juga:
Mabes Polri Gelar Upacara Sumpah Pemuda, Indeks Pembangunan Pemuda Harus Ditingkatkan
Maka pertanyaan besar pun tak terelakkan: mengapa Indonesia, yang begitu kaya akan sumber daya alam, justru tertinggal dalam menyejahterakan rakyatnya? Siapa yang sesungguhnya harus bertanggung jawab—warisan kolonial, rezim Orde Lama, Orde Baru, atau pemerintah era Reformasi saat ini?
Izinkan saya mencontohkan negara Tirai Bambu, Tiongkok. Negara itu kini melesat menjadi kekuatan dunia dengan salah satu jurus paling tegas: menghukum mati para koruptor. Padahal, Indonesia dan Tiongkok sama-sama memasuki era baru pada akhir 1990-an—kita melalui Reformasi 1998 di bawah kepemimpinan hasil reformasi, mereka melalui reformasi dan keterbukaan di bawah Perdana Menteri Zhu Rongji. Hasilnya, Tiongkok telah melaju menjadi negara maju, sementara kita masih tertinggal jauh.
Generasi milenial tidak boleh menjadi penonton sejarah. Mereka adalah pewaris republik ini sekaligus penentu masa depan. Sumpah Pemuda Milenial bukan sekadar seremoni, melainkan janji suci untuk menjaga Indonesia dari kehancuran moral dan ketimpangan sosial. Semua ini bermuara pada satu tujuan: demi persatuan, keadilan, dan kejayaan bangsa.
Baca Juga:
Peringati Hari Sumpah Pemuda Ke-96, Danrem 182/JO Bacakan Amanat Menpora
Berdasarkan kondisi Indonesia saat ini, 97 tahun pasca Sumpah Pemuda sejak 1928, saya terdorong untuk menggagas dan menyusun draf Ikrar Sumpah Pemuda Milenial tersebut diatas. Penyusunan ini saya lakukan sebagai refleksi paripurna atas semangat Sumpah Pemuda yang diproklamasikan pada 28 Oktober 1928, dengan naskah asli sebagai berikut:
Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928
Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.