Oleh ANDI WIDJAJANTO
Baca Juga:
Sejarah Panser Ferret Legendaris di Tubuh Militer Indonesia
AMANAT Presiden Joko Widodo pada 5 Oktober 2021 bisa dipandang sebagai arahan strategis untuk melakukan transformasi pertahanan.
Presiden secara eksplisit menggunakan terminologi generik ”Kekuatan Pertahanan Indonesia” yang bisa dijadikan rujukan strategis untuk melakukan modernisasi militer ke depan.
Baca Juga:
Mengenal Airbus A400M, Pesawat Angkut Militer yang Bakal Dimiliki Indonesia
Penamaan organisasi militer Indonesia telah mengalami beberapa perubahan yang secara paradigmatik memiliki konsekuensi yang signifikan terhadap politik, doktrin, dan strategi pertahanan.
Evolusi Semantik
Diawali dengan penamaan yang samar, ketika organisasi militer berkembang dari ”laskar” menjadi ”Badan Keamanan Rakyat”, lalu digunakan beberapa terminologi tentara (Tentara Keamanan Rakyat, Tentara Republik Indonesia, dan Tentara Nasional Indonesia), hingga penggunaan dua terminologi angkatan (Angkatan Perang Republik Indonesia dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).
Evolusi yang terjadi di masa perang kemerdekaan, Orde Lama, dan Orde Baru ini jika diterjemahkan dalam terminologi baku bahasa Inggris akan menjadi: militia - agency - soldier - military services (army, navy, air force).
Di masa Reformasi, ada beberapa terminologi militer yang cenderung tidak dipersoalkan konsekuensi paradigmatiknya.
Dalam Pasal 30 UUD 1945 hasil amendemen, muncul terminologi kekuatan (force).
Dalam Pasal 7 UU Pertahanan Negara diperkenalkan terminologi komponen sistem pertahanan yang tidak memiliki terjemahan militer baku yang universal.
Dalam Rencana Strategis Pembangunan Pertahanan 2024, dimunculkan terminologi kekuatan pokok minimum (minimum essential force).
Terakhir, 5 Oktober 2021, Presiden Jokowi menggunakan terminologi ”Kekuatan Pertahanan Indonesia”, yang mudah dicari padanan terjemahan militer universalnya, yaitu Indonesia Defense Force.
Paradigma Kekuatan
Evolusi semantik penamaan organisasi militer Indonesia seharusnya juga memiliki konsekuensi strategis.
Terminologi laskar (militia) dan badan (agency) menunjukkan organisasi militer saat itu masih dalam fase embrionik dari pembentukan militer modern.
Terminologi tentara (soldier) cenderung lebih diarahkan kepada pembentukan jati diri profesi para prajurit dan perwira.
Terminologi angkatan (services) dipergunakan untuk melihat diferensiasi gelar dan operasi militer di tiga medan tempur (darat, laut, dan udara).
Tiga medan tempur ini tidak lagi dipakai secara ketat dengan munculnya ruang tempur baru seperti angkasa, media (propaganda), dan siber, yang sekarang memunculkan kebutuhan untuk mengembangkan operasi yang sifatnya lintas medan (multi domain operations).
Penggunaan terminologi kekuatan pertahanan (defense force) membawa dua konsekuensi paradigmatik.
Pertama, militer Indonesia dikembangkan untuk digelar dan digunakan dalam strategi defensif.
Strategi defensif ini dirumuskan dalam empat pilar utama, yaitu pertahanan rakyat, pertahanan semesta, pertahanan berlapis, dan pertahanan dalam (pulau besar).
Empat pilar ini menjadi andalan Indonesia untuk mampu bertahan melaksanakan perang total dan berlarut yang ditopang oleh operasi gabungan antarmatra.
Kedua, beberapa permutasi dari empat pilar defensif akan menghasilkan opsi-opsi strategi bertahan.
Kombinasi dari pertahanan rakyat dan semesta mengharuskan Indonesia untuk merancang prinsip-prinsip mobilisasi perang untuk mendukung pelaksanaan perang total yang berlarut.
Rancangan mobilisasi perang ini telah muncul dalam UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara melalui pembentukan Komponen Cadangan dan penataan Komponen Pendukung.
Paduan antara pertahanan berlapis dan pertahanan dalam, menghasilkan opsi gelar pertahanan nonprovokatif yang tidak mengandalkan strategi gelar pangkalan maju (forward presence), tetapi gelar pangkalan dalam (in-depth defense), terutama di pulau-pulau besar.
Pilar pertahanan berlapis idealnya harus ditopang oleh pembentukan tiga zona pertahanan (penyangga, pertahanan, dan perlawanan) yang disertai kemampuan melaksanakan operasi serangan awal (preemptive strike) di zona penyangga, operasi serangan balas (second strike) di zona pertahanan, dan operasi perang berlarut (gerilya) di zona perlawanan.
Transformasi Pertahanan
Pilar-pilar strategi di atas saat ini harus terus diperkuat agar tetap relevan dengan dinamika lingkungan strategis dan perkembangan teknologi militer terkini.
Amanat Presiden 5 Oktober 2021 memerintahkan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI merancang program transformasi pertahanan.
Transformasi ini harus dilakukan dengan berpegang pada tiga prinsip pokok.
Pertama, transformasi pertahanan harus dioperasionalkan menjadi perencanaan strategis modernisasi militer jangka panjang yang berkelanjutan.
Kedua, transformasi pertahanan ditopang oleh kebijakan investasi pertahanan untuk mewujudkan kemandirian pertahanan yang ditopang keberadaan industri pertahanan yang terintegrasi dalam konsorsium pertahanan global.
Ketiga, transformasi pertahanan harus didukung oleh proses adopsi teknologi militer terkini untuk memastikan Indonesia akan memiliki ”Kekuatan Pertahanan Indonesia” yang mampu berperan sebagai kekuatan militer utama di kawasan Asia Timur. (Andi Widjajanto, Analis Pertahanan, Laboratorium Indonesia 2045)-dhn
Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul “Evolusi Kekuatan Pertahanan Indonesia”. Klik untuk baca: Evolusi Kekuatan Pertahanan Indonesia - Kompas.id.