Oleh DENON PRAWIRATMADJA
Baca Juga:
Arsjad Rasjid Jadi Ketua Dewan Pertimbangan, Anindya Bakrie Pimpin Kadin 2024-2029
BERBICARA mengenai perekonomian dan perdagangan nasional dan global, tak bisa dilepaskan dari transportasi laut.
Karena memang transportasi inilah yang menjadi tulang punggung pengiriman barang dari satu pulau ke pulau lain, dari satu benua ke benua lain sehingga ekonomi berputar dan berkembang.
Baca Juga:
Menko Airlangga Dorong Transformasi Sistem Ekonomi Pangan Pasca Pandemi
Sebagian besar pengiriman barang baik di Indonesia maupun di dunia dilakukan dengan menggunakan kapal.
Total barang yang diangkut di 25 pelabuhan utama Indonesia tahun 2019 sebanyak 83.221.000 ton dan tahun 2020 sebanyak 86.432.000 ton, meningkat 3,86 persen.
Untuk seluruh pelabuhan, jumlah barang yang diangkut mencapai 358.025.000 ton tahun 2019 dan 382.837.000 ton tahun 2020.
Jumlah ini jauh lebih besar dari kargo udara yang diangkut maskapai penerbangan tahun 2019, yaitu 577.806 ton tahun 2019 dan 430.752 ton tahun 2020.
Peningkatan kargo yang diangkut transportasi laut pada tahun 2020 tentu menggembirakan mengingat pada tahun itu hingga saat ini Indonesia dilanda pandemi Covid-19.
Selama pandemi, pergerakan penduduk dibatasi untuk mencegah penularan virus Corona.
Sedangkan untuk pergerakan barang justru malah digencarkan.
Hal ini agar tidak terjadi kelangkaan barang dan kebutuhan penduduk yang dilarang untuk bepergian tetap terpenuhi.
Namun, pernahkah terpikirkan, bagaimana pergerakan kargo laut tersebut bisa sukses di masa pandemi ini?
Tentu, itu tidak terlepas dari peran para pelaut yang tetap bekerja di tengah-tengah wabah.
Para pelaut ini dengan gagah berani menantang bahaya yang mengancam kesehatan mereka dengan bayang-bayang tertular virus Corona, musuh yang tidak terlihat dan bisa dengan cepat menyergap jika kita lengah.
Perlindungan Pelaut
Untuk itulah para pelaut kita harus dilindungi, terutama selama masa pandemi ini mengingat perannya yang sangat besar.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, pada Sidang Majelis International Maritime Organization (IMO) ke-32 tanggal 7 Desember lalu sudah menyampaikan komitmennya untuk melindungi para pelaut.
Vaksinasi pada mereka harus disegerakan.
Dan, kalau bisa, diberikan dosis ketiga atau booster seperti yang diberikan kepada tenaga kesehatan, karena peran pelaut yang memang sangat vital untuk menjaga perekonomian nasional tetap berdenyut.
Memang tidak mudah, mengingat jumlah pelaut yang sangat besar.
Pada tahun 2021, ada lebih dari 1,2 juta pelaut Indonesia, baik yang bekerja di kapal perikanan maupun kapal niaga.
Untuk itu pemerintah bisa bekerja sama dengan para perusahaan yang mempekerjakan para pelaut tersebut atau asosiasi-asosiasi yang mewadahi para pelaut atau asosiasi perusahaan perikanan maupun pelayaran.
Permasalahan pelaut sebenarnya bukan hanya Covid-19 saja.
Masih banyak permasalahan di luar itu.
Jumlah kasus eksploitasi, penelantaran atau pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) bagi pelaut, masih cukup tinggi.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Basilio Dias Araujo, pada Februari 2021 lalu, sepanjang tahun 2017 hingga tahun 2020 tercatat ada 5.371 kasus penelantaran dan eksploitasi bagi pelaut dan awak kapal perikanan.
Selain itu, menurut Basilio, beberapa regulasi nasional terkait kelautan juga belum mengacu pada regulasi internasional.
Misalnya, belum meratifikasi ILO C188 dan CTA 2012 sehingga belum memberikan perlindungan maksimal bagi illegal, unreported and unregulated fishing (IUUF) dan awak kapal perikanan.
Hal positifnya, Indonesia telah meratifikasi konvensi Port States Measures Agreement (PSMA) melalui Perpres Nomor 4/2016 dan Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel (STCW-F) melalui Perpres Nomor 18/2019.
Selain itu, Indonesia juga telah mengembangkan pelabuhan-pelabuhan untuk proses crew change dan repatriasi.
Menurut Menhub Budi Karya Sumadi, saat ini Indonesia telah mempunyai 11 pelabuhan untuk crew change dan repatriasi, baik untuk pelaut Indonesia maupun pelaut asing.
Indonesia juga telah melakukan repatriasi sebanyak lebih dari 60.000 pelaut dan memfasilitasi lebih dari 8.000 crew change.
Crew change sangat penting untuk menjaga mental para pelaut tetap baik karena mereka bisa saja berlayar di lautan selama 1 tahun.
Jika mental tidak bagus, maka bisa berpengaruh pada kinerja, bahkan juga pada kesehatan tubuh.
Mengingat jumlah pelaut yang sedemikian banyak dan luasnya wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan ini, jumlah pelabuhan untuk crew change dan repatriasi seharusnya juga bisa ditambah.
Perlindungan bagi para pelaut juga bisa dilakukan dengan meningkatkan keselamatan pelayaran itu sendiri.
Untuk itu peran Port State Control Officer (PSCO) juga sangat vital dalam hal Port State Control Inspection.
Hingga awal tahun 2021, jumlah PSCO Indonesia adalah 52 personel yang harus melayani 636 pelabuhan dengan 141 pelabuhan di antaranya adalah pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan internasional.
Inovasi Pendidikan
Jika melihat kondisi tersebut, jumlah PSCO tentu harus ditambah.
Selain untuk meningkatkan keselamatan transportasi laut, juga untuk mempertahankan kriteria White List Indonesia dalam Tokyo MoU.
Indonesia sudah menjadi anggota Tokyo MoU sejak tahun 1996 dan baru pada tahun 2021 masuk kategori White List.
Namun setiap tahunnya Indonesia selalu masuk 5 besar terbaik negara anggota Tokyo MoU yang paling banyak memberikan kontribusi dalam pemeriksaan kapal.
Penambahan jumlah PSCO ini tentunya menjadi salah satu tugas dari lembaga pendidikan kepelautan.
Dalam era yang serba digital seperti sekarang ini, memang diperlukan inovasi termasuk dalam bidang pendidikan, baik yang dikelola pemerintah maupun swasta.
Contohnya yang dilakukan oleh Politeknik Pelayaran Malahayati Aceh pada 4 Desember lalu yang mengadakan Grand Opening The Maritime Cadet Innovation Corner, Indonesia Maritime Cadets Sharing Season, Malahayati Fast Response Emegerncy Team, serta soft launching master aplication "Malahayati Assesment Electronic System".
Inovasi-inovasi seperti ini perlu diapresiasi dan ditularkan lagi pada sekolah-sekolah lainnya sehingga nantinya dihasilkan SDM pelaut yang tidak hanya berskala nasional, tapi juga berskala global dengan tingkat kompetensi yang tinggi.
Bagaimanapun pelaut adalah kunci bagi pertumbuhan perekonomian nasional Indonesia.
Untuk itu keberadaan dan peran mereka harus mendapat perhatian serius dan baik. (Denon Prawiratmadja, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perhubungan)-dhn
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Pelaut adalah Kunci”. Klik untuk baca: Pelaut Adalah Kunci - Kompas.com.