WahanaNews.co, Singapura – Di Singapura belakangan ini, lima orang yang di antaranya tiga remaja, ditangkap oleh Biro Pusat Narkotika (CNB) karena diduga terlibat transaksi narkoba melalui aplikasi Telegram.
Penggunaan aplikasi chat dengan komunikasi tertutup seperti Telegram, cukup populer di kalangan pengguna narkotika untuk menjual dan membeli barang haram tersebut, ujar CNB kepada CNA.
Baca Juga:
Cerita CEO Telegram Pavel Durov Diduga Miliki Empat Paspor
Seperti melansir dari artikel yang diterbitkan, CAN Indonesia, Sabtu (14/10/2023) Aplikasi berbagi pesan yang populer, Telegram, menjadi pemberitaan beberapa bulan terakhir di Singapura karena dikaitkan dengan berbagai tindak kejahatan, termasuk perdagangan narkotika.
CNB mengaku telah mengamati fenomena ini sejak awal 2019 dan sudah menangkap lebih dari 500 pelaku kasus narkotika yang menggunakan Telegram dalam aktivitas ilegal mereka.
Kejahatan seksual, penipuan dan transaksi finansial ilegal juga banyak dikaitkan dengan aplikasi ini.
Baca Juga:
Punya 100 Anak Biologis, Berikut Fakta Unik CEO Telegram Pavel Durov
Bulan lalu di sebuah channel Telegram, seorang pria mengunggah foto wanita yang baru ditemuinya melalui aplikasi kencan, dan sebuah video seks.
Lantas mengapa Telegram menjadi aplikasi yang digemari para pelaku kejahatan? Dan apakah perusahaan Telegram dapat dimintai pertanggungjawaban? CNA mencari tahu dari para ahli.
DI LUAR JANGKAUAN
Menurut para pengacara kasus pidana, Telegram menjadi sarang pelaku kejahatan karena menawarkan jangkauan yang efektif, privasi, dan anonimitas.
Dalam beberapa tahun terakhir, aplikasi ini terus meningkat popularitasnya dengan pengguna aktif yang tembus hingga 700 juta per bulannya pada November 2022, berdasarkan situs Statista.
Menurut Ng Yuan Siang dari firma hukum Eugene Thuraisingam LLP, peningkatan aktivitas kejahatan di Telegram bisa jadi paralel dengan peningkatan penggunaannya.
Channel dan grup publik di Telegram, yang bisa menampung hingga 200.000 orang, sangat mudah dicari melalui kotak pencarian di aplikasi tersebut. Ini yang menurut Ng semakin memudahkan pelaku kejahatan menjangkau audiens baru dibandingkan dengan plaform berkirim pesan lainnya.
"Dengan fungsi grup di Telegram, yang memungkinkan penggunanya bergabung dengan komunitas tanpa perlu dihubungi satu per satu, berarti para penjual zat dan barang terlarang bisa menjangkau lebih banyak orang," kata Adrian Wee dari firma hukum Lighthouse Law LLC.
PRIVASI, ANONIMITAS
Wee menambahkan bahwa anonimitas dan privasi adalah alasam utama mengapa Telegram menarik bagi para pelaku kejahatan.
Telegram memiliki kebijakan privasi yang ketat, yang berarti aplikasi itu tidak akan membagikan informasi pengguna kepada aparat penegak hukum, kata Wee. Aplikasi seperti Telegram, lanjut dia, "justru ada karena para pengguna khawatir aplikasi lain (misalnya WeChat) rentan pengawasan oleh negara".
Dia juga mengatakan bahwa Telegram adalah salah satu aplikasi pesan pertama yang menawarkan enskripsi end-to-end, memungkinkan pengguna menggunakannya tanpa takut pesan mereka bisa dibaca aparat.
Menurut James Gomez Jovian Messiah dari firma hukum Edmond Pereira Law Corporation, enskripsi end-to-end dapat mencegah pihak ketiga mengakses data.
Di tengah stigma dan kelangkaan psikolog, aplikasi konseling kesehatan mental di Indonesia kebanjiran pengguna
Amankah meminum obat yang sudah kedaluwarsa? Ini 6 hal yang perlu Anda ketahui
Selain enskripsi end-to-end, Telegram memungkinkan penggunanya untuk tetap anonim dan menghapus data di dalam chat.
Gomez mengatakan bahwa Telegram menawarkan "pesan yang dapat hilang sendiri dan penghapusan jarak jauh untuk semua data dalam chat".
Ini artinya, ujar Wee, bahkan jika aparat memegang ponsel seseorang, dia tetap tidak akan bisa melihat pesan di dalamnya.
Gomez juga menyoroti bahwa platform pesan berbasis-web seperti Telegram tidak membutuhkan jalur telepon aktif. Hal ini memungkinkan para penggunanya yang ingin tak terlacak tetap bisa menggunakannya.
"Semua orang bisa memakai platform online untuk mendapatkan nomor telepon sementara, 'burner number', lalu mendaftar ke platform seperti Telegram," kata dia.
"Nomor sementara atau burner number hanya perlu menerima kata kunci satu kali untuk mendaftar sebagai pengguna Telegram. Setelah mendaftar, nomor sementara itu akan berhenti digunakan."
Pengguna lantas membuat akun Telegram untuk melakukan berbagai hal, kata Gomez.
Fitur-fitur dalam Telegram menawarkan "tingkat pengendalian" bagi seseorang untuk "menjual barang-barang ilegal dan mengendalikan data yang diperlukan", ujar Gomez lagi.
"Fitur-fitur ini memungkinkan seseorang atau sebuah sindikat untuk beroperasi dari jarak jauh di dunia maya dengan ruang lingkup yang sulit dilacak secara virtual."
Nomor telepon prabayar dan tanpa nama juga bisa dengan mudah mendaftar di Telegram melalui "pasar gelap", sangat membantu pelaku kejahatan menutupi jejak mereka, kata Ng.
Misalnya, seseorang bisa menggunakan mata uang kripto yang terafiliasi dengan Telegram untuk membeli nomor telepon tanpa nama melalui sebuah platform untuk mendapatkan akun Telegram.
Namun Ng mengatakan para pelaku kejahatan tetap masih bisa tertangkap kendati menggunakan aplikasi tersebut.
"Tidak bisa dihindari, kebanyakan transaksi ilegal harus dilakukan di luar platform berbagi pesan, misalnya transaksi narkoba harus dilakukan pengiriman barang, pembayaran tunai dan transfer bank, yang kesemuanya meninggalkan jejak kertas dan kegagalan yang dapat dimanfaatkan organisasi penegak hukum dalam mengidentifikasi pelaku," jelasnya.
TANTANGAN BAGI PENEGAK HUKUM
Lembaga penegak hukum menghadapi berbagai tantangan dalam menangani kejahatan yang terjadi melalui Telegram.
Di antaranya adalah kesulitan mendapatkan bukti, keterbatasan data yang disimpan oleh Telegram, dan kerumitan dalam melacak sindikat kriminal.
Dalam situsnya, Telegram mengatakan bahwa mereka mungkin akan mengungkapkan alamat IP dan nomor telepon pengguna jika ada perintah pengadilan yang menyebut bahwa pengguna tersebut adalah tersangka teror. Tapi sampai saat ini, Telegram mengaku belum pernah melakukannya.
Namun menurut Ng ada contoh-contoh yang terdokumentasikan ketika Telegram mengungkapkan data pengguna untuk memenuhi perintah pengadilan pada kasus "selain terorisme".
Misalnya pada kasus di akhir 2022 ketika Telegram memenuhi perintah pengadilan New Delhi, India, untuk mengungkap informasi tentang para admin sebuah channel Telegram yang dituduh melanggar hak cipta.
Tapi tetap saja, Ng mengatakan bahwa "pertanyaannya adalah seberapa bermanfaat informasi ini bagi pihak berwenang".
"Sesuai dengan perintah pengadilan New Delhi, Telegram hanya mengungkapkan nama, nomor telepon dan alamat IP dari akun-akun yang terkait channel tersebut. Ini mungkin cukup untuk mengidentifikasi para pelaku di banyak kasus."
"Namun, mungkin juga pelaku yang diidentifikasi ada di luar negeri dan di luar jangkauan otoritas Singapura, atau para pelaku kejahatan yang lebih lihai masih bisa menerapkan beberapa lapis penyamaran," kata Ng.
Gomez juga menekankan bahwa aktivitas kejahatan yang dilakukan di Telegram seringkali melibatkan organisasi kriminal, yang "menciptakan rangkaian yang sulit dilacak".
"(Organisasi kriminal) melibatkan banyak orang yang mungkin tidak mengenal satu lama lain untuk menciptakan satu kali transaksi. Dari operator akun, penerima pesanan, kurir, hingga dalang operasi, orang-orang ini seringkali menjaga jarak mereka tanpa tahu informasi atau posisi pihak lain."
Pemulihan data juga bisa menjadi tantangan bagi lembaga penegak hukum, terutama dengan teknologi penyimpanan berbasis-internet dan awan, kata dia.
Banyaknya volume dan skala aktivitas berbagi pesan di aplikasi pesan juga menyulitkan upaya penegak hukum, kata wee.
"Komunitas biasanya terdiri dari ribuan pengguna, yang masing-masingnya kemungkinan juga berkirim pesan satu sama lain secara privat. Komunitas atau grup baru dapat muncul seketika, menyulitkan deteksi dan pelacakan," kata dia.
Juru bicara CNB kepada CNA mengatakan bahwa operasi anti-narkoba mereka dipandu oleh pengumpulan intelijen yang cermat dan penyelidikan yang efektif untuk menghentikan pasokan dan aktivitas perdagangan narkoba.
"Para pelaku kasus narkotika ini mungkin berpikir aplikasi pesan seperti itu bisa membuat transaksi mereka anonim. Namun, walau menggunakan platform atau taktik untuk menghindari deteksi, para pelaku kasus narkotika tidak akan bisa lolos dari upaya penegakan hukum CNB," ujar juru bicara CNB.
APAKAH TELEGRAM DAPAT DIMINTAI TANGGUNG JAWAB?
Akan sulit untuk meminta Telegram bertanggung jawab atas aktivitas kriminal yang dilakukan di aplikasi mereka, ujar dua pengacara yang berbincang dengan CNA.
Wee mengatakan, Telegram bisa berargumen bahwa mereka tidak punya kendali atas konten yang dibagikan di aplikasi. Enskripsi end-to-end, kata dia, juga membuat Telegram bisa "mengklaim bahwa mereka tidak tahu menahu soal isi pesan pada aplikasi".
Aplikasi pesan seperti Telegram biasanya juga berlokasi di wilayah yang secara yurisdiksi sulit dilakukan penegakan hukum atau mendapatkan perintah pengadilan, tutur Wee.
Gomez mengatakan, akan sulit meminta pertanggungjawaban pidana - yang seringkali melibatkan niat pelakunya - terhadap Telegram yang notabene adalah "aplikasi komunikasi yang terpercaya".
Namun, pengacara kepada CNA menegaskan bahwa Singapura dapat meminta pertanggungjawaban legal kepada aplikasi pesan seperti Telegram atas tindak kriminal yang dilakukan di platform mereka. Hal ini dimungkinkan setelah parlemen Singapura pada 5 Juli lalu mengesahkan Online Criminal Harms Act 2023 (OCHA) atau Undang-undang Bahaya Kriminal Online 2023.
"Dengan OCHA, pihak berwenang dapat menindak material ilegal di online secara lebih efektif," kata Ng.
"OCHA memungkinkan pemerintah mengeluarkan perintah kepada penyedia layanan di internet tempat tindak pidana dilakukan. Ini berlaku untuk beberapa tindak pidana tertentu, seperti penipuan online, pelanggaran seksual, perjudian online, dan perdagangan narkoba."
Gomez mengatakan bahwa undang-undang tersebut "memberikan akses yang lebih baik bagi penegak hukum untuk mengendalikan aktivitas ilegal di dunia maya dan memungkinkan mereka mengatur aktivitas online ilegal dengan lebih baik".
Dengan undang-undang ini, penegak hukum akan mampu mendapatkan informasi dari penyedia layanan di internet seperti Telegram sehingga pelacakan tindak pidana bisa lebih efektif, kata Gomez.
APA YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN TELEGRAM?
Verifikasi pengguna perlu ditingkatkan untuk mencegah tindak pidana di platform seperti Telegram, kata Gomez.
"Verifikasi pengguna yang ditingkatkan seperti identifikasi foto, permintaan khusus dan/atau verifikasi penyedia layanan seluler untuk mengonfirmasi keabsahan nomor ponsel akan menjadikan Telegram lebih bertanggung jawab terhadap masyarakat dan untuk mencegah tindak pidana."
Tapi pertanyaan soal apa yang bisa dilakukan Telegram untuk mencegah tindakan ilegal disampaikan dengan "asumsi bahwa Telegram siap atau bersedia mengambil tindakan untuk mencegah tindak pidana", kata Adrian Wee.
"Pencipta Telegram pernah terekam mengatakan bahwa mereka meyakini bahwa hak privasi telah mengalahkan kekhawatiran platform mereka akan digunakan untuk aktivitas ilegal (atau bahkan terorisme)," kata Wee lagi.
Menjawab pertanyaan CNA, Telegram mengatakan: "Sejak penciptaannya, Telegram secara aktif telah memoderasi konten berbahaya di platformnya, termasuk perdagangan narkotika dan penyebaran pornografi".
"Moderator secara aktif mengawasi sisi publik dari platform kami dan menerima laporan pengguna untuk menghapus konten yang melanggar ketentuan layanan."
Telegram menambahkan, moderator akan memeriksa dan mengambil langkah yang tepat ketika ada pengguna melaporkan konten yang melanggar ketentuan layanan. Jika diperlukan, Telegram akan mencekal pengguna, dan menghapus grup, channel dan bot.
[Redaktur: Alpredo Gultom]