WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar menyampaikan orasi ilmiah bertajuk “Navigating the Future of Science and Technology” dalam acara Wisuda Semester Genap Universitas YARSI, Jakarta, Sabtu (25/10/2025).
Dalam orasinya, Taruna menekankan bahwa masa depan sains dan teknologi tidak hanya membutuhkan kecerdasan intelektual, tetapi juga integritas dan kesadaran moral.
Baca Juga:
Keracunan Massal MBG, BPOM Temukan 13 Kelalaian Fatal di SPPG
Menurutnya, kecepatan perkembangan teknologi modern harus diimbangi dengan kematangan sosial dan tanggung jawab kemanusiaan.
“Kita hidup di masa ketika kecepatan kemajuan ilmu pengetahuan melampaui kecepatan sistem sosial, hukum, bahkan kesadaran manusia itu sendiri. Tugas kita bukan hanya mengikuti arus teknologi, tetapi memimpin arah perkembangannya,” ujar Taruna di hadapan 366 wisudawan yang hadir di Aula Universitas YARSI.
Lebih lanjut, Taruna menyoroti pentingnya integrasi antara neurosains dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) sebagai arah baru pengembangan ilmu dan inovasi di bidang kesehatan serta farmasi.
Baca Juga:
Ribuan Anak Jadi Korban, BPOM Sebut Mayoritas SPPG MBG Bermasalah Minim Pengalaman
“Ketika keduanya digabungkan, terbentuklah sinergi kuat yang mampu memprediksi efektivitas obat, efek samping, dan respons pasien secara lebih presisi. Inilah bentuk sains yang berkeadilan dan berorientasi pada kemanusiaan,” jelasnya.
Taruna juga memaparkan tren global terkait peningkatan pasar advanced therapy medicinal products (ATMP).
Berdasarkan data, nilai pasar ATMP secara internasional meningkat signifikan dari USD 9,37 miliar pada 2022 menjadi USD 22,48 miliar pada 2027.
Perkembangan pesat ini, kata Taruna, menuntut kesiapan lembaga regulator seperti BPOM untuk memperkuat sistem pengawasan yang berbasis bukti ilmiah dan berstandar global.
“BPOM berkomitmen membangun smart regulation yang adaptif dan berstandar internasional,” ujarnya.
Sebagai bagian dari transformasi tersebut, BPOM kini telah menerapkan risk-based assessment dan mempercepat proses registrasi produk inovatif dari 300 menjadi hanya 90 hari kerja.
Selain itu, lembaga ini juga mengadopsi sistem reliance, dengan mengacu pada hasil evaluasi badan regulatori dunia seperti FDA (Amerika Serikat), EMA (Eropa), dan PMDA (Jepang).
Dalam konteks nasional, Taruna menegaskan pentingnya kolaborasi triple helix yang melibatkan akademisi, dunia usaha, dan pemerintah.
Menurutnya, sinergi tersebut telah melahirkan berbagai inovasi strategis seperti Vaksin Merah Putih, MSC, dan Recce@327 topical gel.
Sementara itu, Rektor Universitas YARSI, Prof. Fasli Jalal, memberikan apresiasi terhadap pandangan ilmiah yang disampaikan Kepala BPOM.
“Pesan beliau menegaskan bahwa inovasi harus berpijak pada etika dan tanggung jawab sosial,” kata Fasli.
Fasli menambahkan, Universitas YARSI akan memperkuat kemitraan riset dan inovasi bersama BPOM guna mendukung penguatan sistem kesehatan nasional serta meningkatkan daya saing industri farmasi Indonesia di kancah global.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]