WAHANANEWS.CO, Jakarta - Angkatan Udara Amerika Serikat kembali membuktikan kecanggihan teknologi dan efisiensi dalam dunia militer. Sebuah jet tempur unik, yang dijuluki "Frankenjet," kini siap tempur setelah melalui proses rekonstruksi luar biasa.
Jet ini bukan pesawat biasa, melainkan hasil gabungan dari dua F-35 yang mengalami kecelakaan di waktu dan tempat berbeda.
Baca Juga:
Tak Punya Pesawat Tempur, Begini Strategi 4 Negara Ini Bertahan dari Ancaman
Kini, pesawat tersebut bukan sekadar proyek eksperimental, tetapi sudah beroperasi penuh dalam jajaran kekuatan udara AS.
"'Frankenjet' telah lulus uji coba dan siap menjalankan misi tempur," demikian pernyataan resmi dari Kantor Program Gabungan F-35 (JPO) pada hari Rabu.
1. Pesawat Daur Ulang dengan Sejarah Kelam
Baca Juga:
Dominasi Udara: 10 Negara Asia dengan Armada Jet Tempur Terbanyak, Indonesia Masuk Daftar
Proyek ambisius ini bermula dari dua kecelakaan yang menimpa jet tempur F-35A. Insiden pertama terjadi pada tahun 2014 di Pangkalan Angkatan Udara Eglin, Florida.
Saat itu, sebuah F-35A mengalami kegagalan mesin parah sesaat sebelum lepas landas untuk misi pelatihan. Laporan militer mengungkapkan bahwa pesawat, yang diberi kode AF-27, mengalami kerusakan berat pada bagian belakangnya akibat pecahan rotor mesin yang menghancurkan komponen vital, termasuk tangki bahan bakar dan saluran hidrolik.
Kebakaran hebat yang terjadi pun melahap dua pertiga badan pesawat tersebut.
Enam tahun kemudian, pada 8 Juni 2020, insiden lain menimpa jet F-35A dengan kode AF-211 di Pangkalan Angkatan Udara Hill, Utah.
Saat mendarat, roda pendaratan hidung pesawat ini gagal berfungsi dengan baik, mengakibatkan kerusakan signifikan pada bagian depan pesawat.
2. Merakit Kembali Dua Pesawat yang Hancur
Daripada membuang kedua jet tempur tersebut sebagai rongsokan mahal, Angkatan Udara AS mengambil langkah inovatif.
Tim teknisi mengidentifikasi bahwa bagian hidung AF-27 dan bagian belakang AF-211 masih bisa digunakan.
Dengan nilai total sekitar 1,2 triliun rupiah, keputusan pun diambil untuk menggabungkan kedua bagian tersebut menjadi satu pesawat baru.
Di Pangkalan Angkatan Udara Hill, tim mekanik mulai merancang ulang pesawat dengan teknologi dan sistem terbaru.
Pada Oktober 2023, bagian hidung yang selamat dari AF-27 akhirnya dipasang pada kerangka AF-211 menggunakan sistem perawatan mobil baru.
Keputusan ini merupakan langkah berani yang membuktikan bahwa teknologi perakitan ulang pesawat bisa menjadi solusi untuk menghemat biaya dan memperkuat armada udara.
3. Proyek Berani yang Belum Pernah Dicoba Sebelumnya
Meskipun secara teori semua bagian pesawat bisa dilepas dan dipasang kembali, proyek ini merupakan yang pertama dalam sejarah F-35.
Scott Taylor, kepala insinyur mekanik di Lockheed Martin, mengungkapkan bahwa eksperimen ini adalah langkah revolusioner dalam industri aviasi militer.
"Ini pertama kalinya ada F-35 yang dibuat dari kombinasi dua jet yang berbeda," ujar Taylor dalam sebuah pernyataan pada tahun 2023. "Ini adalah sejarah."
Proses rekonstruksi dilakukan dengan menggunakan alat dan perlengkapan khusus yang benar-benar baru.
Teknologi dan metode perakitan yang dikembangkan dalam proyek ini bisa menjadi landasan bagi pengembangan sistem pemeliharaan pesawat tempur di masa depan.
4. Dua Tahun Pengerjaan yang Berbuah Manis
Setelah hampir dua setengah tahun pengerjaan, Frankenjet akhirnya berhasil lepas landas untuk uji coba pada Januari lalu.
Pesawat ini diterbangkan dari Hill AFB menuju fasilitas Lockheed Martin di Fort Worth, Texas, dan menjalani serangkaian tes ketat.
"Performa pesawat ini benar-benar luar biasa, seperti baru keluar dari jalur produksi," kata Jeffrey Jensen, kepala teknisi varian F-35A.
Bulan lalu, Frankenjet akhirnya dikembalikan ke Pangkalan Angkatan Udara Hill dan bergabung dengan Wing Tempur ke-338, tempat asal AF-211 sebelumnya.
Dengan total biaya proyek sebesar $11,7 juta, rekonstruksi ini berhasil menghemat hingga $63 juta jika dibandingkan dengan membeli pesawat baru.
Saat ini, Angkatan Udara AS memiliki 383 unit F-35A dalam armadanya. Selain itu, varian F-35 juga dioperasikan oleh Korps Marinir dengan model F-35B yang bisa lepas landas dan mendarat vertikal, serta Angkatan Laut dengan F-35C yang dirancang untuk kapal induk.
Tak hanya itu, jet tempur ini juga menjadi pilihan utama bagi sekutu AS, dengan 17 negara telah menggunakan atau memesan F-35 sebagai bagian dari pertahanan udara mereka.
Dengan keberhasilan proyek Frankenjet, Angkatan Udara AS membuktikan bahwa pesawat tempur tak hanya bisa dibangun dari nol, tetapi juga bisa "dihidupkan kembali" dari puing-puing kehancuran.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]