WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pertanyaan mengenai apakah orang dengan tubuh lebih pendek cenderung hidup lebih lama dibanding orang dengan bertubuh tinggi kembali mencuat. Namun, benarkah demikian?
Pakar Neurosains Molekuler dari IPB University, Berry Juliandi mengatakan pernyataan tersebut tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak dapat disimpulkan secara sederhana.
Baca Juga:
Gunung Ayli Gubbi di Ethiopia Aktif Setelah Tidur 12.000 Tahun, Pakar ITB Beri Warning
"Secara molekuler, memang ada gen pleiotropik yang berperan dalam pertumbuhan di awal kehidupan, tetapi jika terus aktif di usia tua dapat mempercepat penuaan atau bahkan memicu kanker," kata Berry, melansir laman resmi IPB, Jumat (16/5).
Menurut Berry salah satu pendekatan yang terbukti memperlambat proses penuaan adalah restriksi kalori, yaitu pengurangan asupan kalori tanpa menyebabkan kekurangan gizi. Hal ini dibuktikan lewat berbagai studi pada organisme model, yang menunjukkan gen seperti sirtuin dapat berperan dalam memperpanjang umur.
Ia turut menyoroti bahwa perbandingan tinggi badan dengan harapan hidup tak bisa dilakukan secara langsung.
Baca Juga:
Korem 042/Gapu Gelar Ziarah Rombongan Peringati Hari Juang TNI AD ke-80 di TMP Satria Bhakti
"Kita perlu memahami konsep ukuran relatif. Misalnya, bayi secara absolut mungkin tampak lebih besar jika dihitung berdasarkan proporsi kepala terhadap tubuh. Jadi, ukuran tinggi saja tidak bisa menjadi satu-satunya indikator umur panjang," tutur dia.
Ia menjelaskan gaya hidup dan kondisi sosial turut berperan penting dalam menentukan usia harapan hidup seseorang. Ia kemudian menjelaskan tentang blue zone, wilayah-wilayah di dunia dengan populasi berumur panjang, seperti Okinawa (Jepang) dan Sardinia (Italia).
"Penduduk di wilayah tersebut memiliki pola makan yang seimbang, aktif bergerak, dan menjalin hubungan sosial yang kuat," jelasnya.