WahanaNews.co | Berbagai faktor jadi alasan mengapa gempa di Turki atau Turkiye begitu kuat dan mematikan.
Saat kejadian, lokasi, garis patahan yang relatif tenang, dan lemahnya konstruksi bangunan jadi bagian dari pemicu dahsyatnya gempa di Turki.
Baca Juga:
Gempa Sesar Anjak Langsa Magnitudo 4.4, Guncangan Kuat di Wilayah Perbatasan Aceh-Medan
Gempa Turki dan Suriah terjadi pada Senin (6/2/2023) dini hari bermagnitudo 7,8, yang sejauh ini telah menewaskan 4.365 orang. Jumlah korban diperkirakan akan bertambah karena gempa susulan berguncang sepanjang hari.
Dikutip dari kantor berita AFP, gempa ini adalah yang terkuat di negara itu sejak 1939, dan menimbulkan ribuan korban karena menghantam wilayah berpenduduk.
Alasan lain adalah waktu gempa yang terjadi pukul 04.17 waktu setempat, yang berarti orang-orang masih tidur lalu terperangkap ketika rumah mereka roboh, kata Roger Musson, peneliti di British Geological Survey, kepada AFP.
Baca Juga:
Pemkot Jakarta Barat Sosialisasi Mitigasi Gempa, Antisipasi Megathrust
Konstruksi bangunan juga tidak benar-benar memadai untuk daerah yang rawan gempa besar, lanjut penulis buku The Million Death Quake tersebut.
Melansir Kompas.com, hal itu kemungkinan disebabkan fakta bahwa garis patahan tempat gempa terjadi baru-baru ini relatif tenang.
Akan tetapi, gempa terbaru pada 6 Februari 2023 terjadi di sisi lain negara itu, di sepanjang patahan Anatolia Timur.
Sesar Anatolia Timur tidak pernah diguncang gempa bermagnitudo 7 selama lebih dari dua abad, yang bisa berarti orang-orang mengabaikan betapa berbahayanya itu, menurut Musson.
Teori Musson menambahkan, oleh karena sudah begitu lama sejak gempa besar terakhir, cukup banyak energi mungkin telah terkumpul.
Kekuatan gempa susulan pada Senin (6/2/2023) termasuk yang bermagnitudo 7,5 mendukung teori ini, tambahnya.
Ulangan gempa 1822
Bencana alam ini hampir seperti ulangan gempa bermagnitudo 7,4 di daerah yang sama pada 13 Agustus 1822, ungkap Musson.
Gempa 1822 menyebabkan kerusakan yang sangat besar, seluruh kota hancur, dan korban jiwa mencapai puluhan ribu, katanya.
Gempa susulan bahkan terus bergemuruh hingga Juni tahun berikutnya.
Pusat gempa Turkiye terbaru berada di kedalaman yang relatif dangkal sekitar 17,9 kilometer di dekat kota Gaziantep yang dihuni sekitar dua juta orang.
Penyebab gempa kali ini adalah lempeng tektonik Arab yang bergerak ke utara melewati Turkiye, kata Musson.
"Karena tidak bisa bergerak mulus, dia menempel," ujarnya. "Pelepasan gerakan di sepanjang patahan itulah yang menghasilkan gempa besar seperti yang terjadi hari ini."
Infrastruktur yang buruk
Ahli vulkanologi di Universitas Portsmouth Inggris Carmen Solana memaparkan, karena gempa bumi tidak dapat diprediksi, bangunan tahan gempa sangat penting di daerah rawan.
"Infrastruktur yang kuat sayangnya tidak merata di Turkiye Selatan dan khususnya Suriah," tambahnya.
Menanggapi gempa bumi 1999, Pemerintah Turkiye mengesahkan undang-undang pada 2004 yang mewajibkan semua konstruksi baru memenuhi standar tahan gempa modern.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menjadikan konstruksi kuat sebagai prioritas politik setelah gempa lain melanda pantai Aegean pada 2020 dan menewaskan 114 orang.
Kepala Institut Pengurangan Risiko dan Bencana Universitas College London Joanna Faure Walker meminta Turkiye memeriksa apakah UU tersebut sudah dipatuhi sehubungan dengan bencana terbaru.
Dia juga mendesak Turkiye meninjau"apakah ada kemungkinan untuk meningkatkan keamanan bangunan tua.
Adapun Bill McGuire yang merupakan ahli vulkanologi di University College London mengatakan, "Di Suriah banyak bangunan melemah selama lebih dari satu dekade perang".
Faktor-faktor itulah yang menjadi alasan mengapa gempa Turkiye begitu mematikan. [eta/kompas]