WahanaNews.co | Satelit Himawari yang dipakai Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai acuan dalam prediksi cuaca diklaim memiliki akurasi yang bagus. Bagaimana cara kerjanya?
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati kerap menyebut 'citra satelit Himawari' saat merujuk pada laporan prediksi cuaca, terutama pada saat prediksi badai dahsyat yang mengancam wilayah Jabodetabek 28 Desember.
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
"Berdasarkan citra satelit Himawari 6 jam terakhir BMKG mendeteksi aktivitas konvektif (gerakan benda cair atau gas karena perbedaan suhu dan tekanan) yang signifikan," kata dia dalam konferensi pers daring, Selasa (27/12).
Satelit Himawari sebetulnya merupakan milik Badan Meteorologi Jepang (Japan Meteorological Agency/JMA). Saat ini, ada dua satelit Himawari yang mengorbit di ketinggian 35.800 dari ekuator Bumi.
Menurut keterangan resminya, Himawari 8/9 merupakan suksesor dari satelit MTSAT dan dilengkapi dengan teknologi Highly Improved Advanced Himawari Imagers (AHIs). JMA menargetkan sistem observasi satelit yang stabil dan berkelanjutan dengan pengoperasian Himawari-8 dan -9.
Baca Juga:
Hingga 25 November: Prediksi BMKG Daerah Ini Berpotensi Cuaca Ekstrem
JMA berharap satelit tersebut bisa berkontribusi dalam pengurangan risiko bencana di Asia dan sebelah barat Pasifik hingga 2029.
Fungsi paling berharga dari satelit ini adalah kemampuan memantau fenomena atmosfer secara global dan seragam di berbagai daerah seperti laut, gurun dan pegunungan di mana pengamatan berbasis permukaan sulit dilakukan.
Satelit Himawari ini merupakan bagian dari Pemantauan Cuaca Dunia (World Weather Watch) yang merupakan program inti dari Organisasi Meteorological Dunia (Wolrd Meteorological Organization, WMO).