"Ketiga anak sudah menyatakan dalam zoom meeting dengan KPAI dan Itjen KemendikbudRistek, bahwa mereka tidak mau melanjutkan sekolah jika mereka tidak naik kelas lagi untuk keempat kalinya," tutur Retno.
Merespon perlakuan ini, orangtua ketiga anak tersebut lantas melakukan perlawanan hukum. Mereka menggugat keputusan sekolah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan selalu menang. Namun, pihak sekolah selalu memiliki alasan untuk tidak menaikkan ketiga anak itu.
Baca Juga:
Sikapi Berita Minor Media Asing, Yasonna Laoly: Tak Seburuk Itu!
Lebih lanjut, Retno mengungkapkan pihak sekolah tidak menaikkan kelas tiga kakak beradik itu dengan alasan yang berbeda-beda.
Saat tinggal kelas pertama (2018/2019) misalnya, ketiga bersaudara itu tidak naik kelas karena dianggap tidak hadir tanpa alasan selama tiga bulan. Padahal, kata Retno, saat itu ketiganya dikeluarkan sekolah pada 15 Desember 2018.
Mereka baru kembali belajar di sekolah setelah PTUN Samarinda menetapkan putusan sela pada 16 April 2019 hingga putusan itu berkekuatan hukum tetap. Sekolah lantas memutuskan ketiganya tidak naik kelas.
Baca Juga:
PBB Kota Binjai Bebagi Takzil Dengan Rasa Toleransi
Pada 8 Agustus 2019, PTUN Samarinda membatalkan keputusan sekolah karena terbukti melanggar hak-hak anak atas pendidikan dan kebebasan melaksanakan keyakinan mereka.
PTUN Samarinda menilai tindakan sekolah mengeluarkan, menghukum, dan menganggap pelaksanaan keyakinan mereka sebagai pelanggaran hukum tidak sejalan dengan perlindungan konstitusi atas keyakinan agama dan ibadah.
"Meski hak-hak ketiga anak atas keyakinan beragama dan pendidikan dihormati dan diteguhkan di PTUN, sehingga mereka kembali ke sekolah, namun mereka diperlakukan secara tidak adil karena tidak naik kelas untuk alasan yang tidak sah", ujar Retno.