WahanaNews.co, Jakarta - Unggahan warganet yang menyebutkan perihal modus penipuan salah transfer ke rekening pribadi, ramai di media sosial. Unggahan tersebut dimuat di akun media sosial X (Twitter) @tanyarlfes pada Jumat (12/4/2024).
"Td di aku ada reels lewat, nah ngejelasin soal penipuan baru, katanya uangnya jgn di TF balik, nanti datanya ke ambil," tulis pengunggah.
Baca Juga:
Drama Berlian Sintetik: Penyanyi Reza Artamevia Terseret Kasus Dugaan TPPU
"Aku udh nonton videonya, tapi gada penjelasan si uang tsb harus di gimanain selanjutnya mungkin disini ada yg punya pengetahuan soal ini bisa di share," tambahnya.
Lantas, apa yang harus dilakukan bila mendapatkan salah transfer uang ke rekening dari orang yang tak dikenal?
Penjelasan pakar Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSREC, Dr. Pratama Persadha mengatakan modus penipuan salah transfer uang ke rekening pribadi seseorang adalah modus penipuan yang sudah marak terjadi sejak 2022.
Baca Juga:
Buronan Kasus Pencabulan di Madina Ditangkap, Terancam Hukuman 20 Tahun Penjara
"Penipuan dengan modus salah transfer ini biasanya dilakukan dengan cara pelaku kejahatan mengajukan pinjaman online dengan menggunakan data pribadi milik korban," ujar dia saat melansir Kompas.com, Sabtu (13/4/2024).
Ia menjelaskan, pada saat dana dari pinjaman online sudah ditransfer, pelaku akan menghubungi korban dengan berbagai dalih.
Beberapa alasan yang sering dilakukan oleh penipu adalah sebagai berikut:
- Berpura-pura salah transfer karena terburu-buru dan salah mengisi nomor rekening
- Mengaku sebagai pihak bank yang mengatakan ada kesalahan di sistem
- Mengaku sebagai anggota kepolisian yang mengatakan bahwa uang tersebut adalah bukti tindakan kriminal.
"Biasanya, karena rasa kasihan atau ketakutan, korban akan segera melakukan transfer kembali dana yang diterimanya, tanpa mengonfirmasikan terlebih dahulu," imbuh dia.
Apa yang perlu dilakukan?
Menurut Pratama, ada beberapa hal yang dapat dilakukan jika menerima transfer ke rekening kita dan kita tidak segera mengetahui sumbernya.
Ia mengimbau untuk tidak menarik atau menggunakan uang tersebut. Selain itu, jangan pula langsung percaya jika ada pihak yang menghubungi bahwa telah terjadi salah transfer.
"Kita dapat menghubungi pihak pelayanan pelanggan dari bank tempat kita memiliki rekening untuk meminta informasi tambahan siapa yang melakukan transfer tersebut termasuk nomor rekening pengirim," jelas Pratama.
"Selain itu, kita juga dapat membuat laporan kepolisian bahwa kita menerima transfer yang tidak kita kehendaki dan takut akan terjadi tindak kriminal penipuan," sambung dia.
Adapun jika pelaku mengirimkan link atau file tertentu, jangan dibuka karena ditakutkan link atau file tersebut akan menginstall malware yang bahkan bisa menyebabkan isi rekening terkuras.
Data bisa digunakan untuk pinjol
Menurut dia, modus penipuan seperti ini bisa terjadi salah satunya karena ada banyaknya data pribadi yang bocor.
"Dengan berbagai metode pelaku penipuan berhasil mengumpulkan data-data pribadi yang bocor, baik didapatkan dari forum atau darkweb, jual beli data perbankan bahkan salinan formulir pendaftaran kartu kredit yang biasa ditawarkan di pusat perbelanjaan," ungkapnya.
Kemudian pelaku akan menggabungkan data dari beberapa kebocoran yang terjadi sehingga bisa mendapatkan data pribadi yang cukup lengkap seperti Nama, NIK, alamat, nomor HP, nomor rekening, dan lainnya.
Pelaku kemudian bisa membuat identitas palsu dengan menggunakan data tersebut serta mengajukan pinjaman online menggunakan identitas palsu serta nomor rekening milik korban.
"Karena data yang dimasukkan pelaku penipuan itu data yang valid, dan berhasil diverifikasi oleh pihak pinjol, maka dana pinjol tersebut akan dikirim ke rekening korban. Lalu pelaku akan menghubungi korban untuk transfer dana yang dibilang salah transfer tadi," jelas dia.
Pentingnya perlindungan data pribadi Mengingat banyaknya terjadi kebocoran data akhir-akhir ini, kata Pratama, pemerintah harus mengambil langkah yang tegas supaya kebocoran data tidak terus terjadi.
"Salah satunya adalah Presiden dengan segera membentuk badan atau komisi PDP (Pelindungan Data Pribadi) sesuai diamanatkan dalam pasal 58 sampai dengan pasal 60 UU PDP," ungkap Pratama.
Di mana lembaga pengawas PDP ini berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden, karena dengan melakukan pembentukan lembaga atau otoritas tersebut proses penegakan hukum serta pemberian sanksi bisa segera diterapkan.
Menurutnya, adanya Komisi PDP tersebut, pelaku dapat dikenakan dakwaan menggunakan UU KUHP. Selain itu, pelaku penipuan yang memanfaatkan kebocoram data pribadi juga dapat dikenakan hukuman dari UU PDP pasal 67 sampai dengan pasal 68 dengan denda sampai dengan Rp 20 miliar serta hukuman kurungan sampai dengan 20 tahun.
"Sehingga hukuman tambahan ini akan lebih memberikan efek jera dan penipuan yang memanfaatkan kebocoran data pribadi tersebuf tidak terjadi kembali di kemudian hari," pungkas dia.
[Redaktur: Alpredo Gultom]