WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah berencana melakukan evaluasi terhadap perguruan tinggi menyusul rendahnya capaian Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 yang diraih siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya memperbaiki kualitas pendidikan nasional secara menyeluruh, khususnya pada aspek pembelajaran dasar di sekolah.
Baca Juga:
Kolaborasi Kemenpar dan Kemenpora Dorong Pengembangan Sports Tourism Berkelanjutan
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisainstek) Brian Yuliarto menilai rendahnya hasil TKA menjadi indikator adanya persoalan mendasar dalam proses pembelajaran di sekolah, yang tidak terlepas dari kualitas sumber daya pengajar.
Ia menegaskan bahwa sebagian besar guru di Indonesia merupakan lulusan perguruan tinggi, sehingga mutu pendidikan tinggi turut berpengaruh terhadap kualitas pengajaran di tingkat sekolah menengah.
“Proses pembelajaran itu sangat bergantung pada kualitas pengajar dan sebagian guru kita berasal dari perguruan tinggi. Ini yang akan kita lihat dan evaluasi, apa yang perlu lebih didorong,” kata Brian Yuliarto kepada wartawan di Kantor Kemendiktisaintek, Jakarta, Rabu (24/12/2025).
Baca Juga:
Pemerintah Atur Pemanfaatan Kayu Pascabencana dan Siapkan Relokasi Warga Terdampak
Lebih lanjut, Brian menjelaskan bahwa hasil TKA juga menggambarkan kondisi pendidikan di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) yang masih tergolong lemah dan membutuhkan perhatian serius.
Menurutnya, peningkatan kualitas STEM harus dilakukan secara berkelanjutan dan melibatkan berbagai pihak, mulai dari sekolah hingga perguruan tinggi, agar daya saing sumber daya manusia Indonesia dapat terus ditingkatkan.
Ia juga menyoroti persepsi yang berkembang di kalangan pelajar bahwa mata pelajaran STEM merupakan bidang yang sulit.
Pandangan tersebut, kata Brian, berkontribusi pada rendahnya minat siswa untuk memilih jalur pendidikan STEM dan mendorong mereka beralih ke bidang non-STEM.
“Ini bukan hanya terjadi di Indonesia, fenomena rendahnya minat dan kemampuan STEM juga terjadi di banyak negara. STEM itu dilihat sulit, sehingga adik-adik kita sekarang lebih banyak memilih yang non-STEM,” ujar Brian.
Sementara itu, Kepala Pusat Asesmen Pendidikan Kemendikdasmen, Rahmawati, menjelaskan bahwa rendahnya nilai TKA tidak semata-mata disebabkan oleh lemahnya penguasaan materi, tetapi juga dipengaruhi oleh karakter soal yang menuntut kemampuan bernalar dan memahami konteks bacaan secara mendalam.
Ia menilai masih banyak siswa yang belum terbiasa mengolah informasi secara komprehensif dari teks soal.
“Kerangka soalnya memang menuntut penalaran. Khusus matematika, siswa harus mampu mengaitkan data dengan ketentuan atau petunjuk yang ada dalam soal,” kata Rahmawati.
Rahmawati menambahkan, banyak siswa yang kesulitan karena tidak mampu menangkap petunjuk penting yang disampaikan melalui kalimat sederhana dalam soal.
Kondisi ini menjadi catatan penting bagi dunia pendidikan untuk memperkuat kemampuan literasi dan numerasi siswa sejak dini.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]