Namun, tidak semua yang tersambar petir akan meninggal. Sekitar 90 persen dari orang yang mengalami insiden seperti ini selamat.
"Mereka yang bertahan hidup biasanya mengalami kerusakan saraf, gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan gejala neurologis, mirip dengan cedera pasca gegar otak yang dialami pemain sepak bola, seperti gangguan penilaian dan kesulitan berkonsentrasi," kata Dr Mary Ann Cooper, seorang spesialis keselamatan petir di Dewan Keamanan Petir Nasional AS dan profesor kedokteran darurat emerita di Universitas Illinois Chicago.
Baca Juga:
Hujan Petir Bukan Masalah! Begini Cara Pesawat Modern Tetap Aman di Udara
Cooper melanjutkan, bagaimana cedera otak tersebut terjadi belum dapat dijelaskan secara pasti. Hal itu karena rendahnya jumlah sambaran petir, dan sedikitnya dana untuk penelitian.
Para ahli berpendapat, cedera otak kemungkinan disebabkan oleh kombinasi gangguan jaringan akibat arus listrik dan trauma benda tumpul akibat perubahan tekanan barometrik secara tiba-tiba. Kondisi tersebut bisa menjadi parah dan bahkan melemahkan.
Beberapa orang yang selamat setelah tersambar petir melaporkan kehilangan ingatan, nyeri saraf kronis, depresi. Bahkan, ada yang menganggap kehilangan kemampuan psikis seperti prekognisi.
Baca Juga:
BMKG Ingatkan Sejumlah Daerah Siaga Hujan Lebat 5-11 Juli 2024
“Saat Anda tersambar petir, Anda bukan orang yang sama lagi,” kata Blumenthal kepada Live Science.
Beberapa orang yang selamat melaporkan muncul gambar Lichtenberg (pola khas) seperti pakis di kulit mereka. Diperkirakan, pola itu muncul dari pembuluh darah yang rusak sehingga mengeluarkan cairan ke jaringan di sekitarnya.
Dalam laporan kasus tahun 2020 yang terbit di The New England Journal of Medicine, seorang pria berusia 54 tahun yang tersambar petir disebut awalnya pingsan.