WAHANANEWS.CO, Jakarta - Penggunaan eSIM di kawasan Asia Pasifik kini tercatat mendominasi lebih dari 56 persen.
Meski membawa kemudahan, tren ini juga membuka celah baru bagi para peretas yang semakin gencar melancarkan serangan phishing.
Baca Juga:
Garuda Indonesia – Japan Airlines Kerja Sama Perkuat Ekspansi Jaringan Penerbangan di Asia Pasifik
Peneliti Kaspersky menemukan sejumlah halaman web palsu yang meniru situs resmi operator besar seperti Singtel, Smart, dan Telstra.
Desain laman tiruan tersebut sengaja dibuat sangat mirip dengan tampilan asli untuk mengelabui pengguna.
Ketika korban lengah dan memasukkan nomor telepon serta data pribadi mereka, informasi itu bisa langsung disalahgunakan.
Baca Juga:
Gubernur Olly Dondokambey Ajak Warga Sulut Rawat Kebersamaan untuk Maju Bersama
Risiko yang mengintai tidak hanya terbatas pada pencurian identitas, melainkan juga mencakup pengambilalihan akun finansial, akses ke dompet kripto, hingga kebocoran data pribadi jangka panjang.
Kaspersky mengingatkan bahwa eSIM memang memberikan kenyamanan, khususnya bagi wisatawan yang kerap berpindah negara tanpa perlu mengganti kartu fisik.
Namun, aspek keamanan sering kali diabaikan. Karena itu, pengguna diimbau lebih waspada sebelum mengisi data di situs yang tidak resmi.
Menurut Kaspersky, serangan siber semacam ini berpotensi menimbulkan kerugian besar mulai dari hilangnya akses ke akun penting, raibnya dana pribadi, hingga penyalahgunaan data yang bisa berimplikasi serius di masa depan.
Perusahaan keamanan siber tersebut menekankan pentingnya kesadaran digital, dengan cara memverifikasi situs resmi, meningkatkan kewaspadaan, serta memanfaatkan solusi keamanan yang terpercaya.
Fenomena meningkatnya kejahatan phishing eSIM juga didorong oleh pemulihan sektor pariwisata Asia Pasifik pasca pandemi.
Dengan mobilitas wisatawan yang kembali tinggi, kebutuhan akan konektivitas digital ikut melonjak, sehingga eSIM menjadi pilihan praktis bagi turis internasional.
Data terbaru mencatat kawasan Asia Pasifik menerima lebih dari 316 juta kunjungan wisatawan asing pada 2024.
Jumlah ini memang baru mencapai 13 persen dari kondisi normal sebelum pandemi, tetapi jauh lebih baik dibanding penurunan tajam 74 persen pada 2022.
Bahkan, dalam beberapa tahun mendatang, pertumbuhan tahunan diprediksi berada di kisaran 11 hingga 21 persen, dengan nilai pasar diperkirakan menyentuh 11,5 juta dolar AS pada 2024.
Secara keseluruhan, volume kedatangan internasional di kawasan ini diproyeksikan meningkat dari 619 juta pada 2024 menjadi 762 juta pada 2026.
Tren ini menandakan pemulihan total ke tingkat permintaan pariwisata sebelum pandemi.
Sementara itu, perjalanan keluar dari Asia Pasifik diprediksi tumbuh 20 hingga 25 persen pada tahun yang sama.
Dengan semakin tingginya mobilitas, kebutuhan akan konektivitas lintas negara menjadi sangat mendesak.
eSIM pun hadir sebagai solusi modern, memungkinkan wisatawan tetap terhubung tanpa kerepotan mengganti kartu fisik.
Namun, di balik kemudahan tersebut, ancaman kejahatan siber juga semakin nyata sehingga kesadaran pengguna menjadi kunci utama perlindungan.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]