Setelah itu pun Jack sering diajak ke Sitinjak: ayah ibunya lahir di kampung itu. Kesulitan hiduplah yang membuat ayah Jack merantau ke Siantar. Penduduk di pulau tengah Danau Toba itu sering gagal panen. Tidak ada air untuk pertanian. Sepenuhnya tergantung dari hujan.
Waktu Jack masih SD, ayahnya meninggal dunia. Jadilah ia anak yatim. Ia anak bungsu dari 11 bersaudara. Ibunya begitu sulit menghidupi 11 anak.
Baca Juga:
RDF Plant Rorotan Karya Anak Bangsa Segera Beroperasi, Mampu Olah 2.500 Ton Sampah Jakarta Per Hari
Untuk masa depannya, Jack dikirim ke Jakarta. Ia dimasukkan panti asuhan anak yatim: PA Vincentius Putera. Masuk SMP. Lalu ke STM St. Joseph jurusan listrik.
Setamat STM Jack bekerja di toko yang jualan pompa air. Di daerah Pecinan Jakarta. Tiga tahun di situ Jack ingin usaha sendiri: jualan pompa air.
Usahanya itu berhasil. Awalnya ia jualan langsung ke konsumen. Lama-lama ia perlu mendirikan perusahaan di bidang perdagangan pompa.
Baca Juga:
Aquabike Jetski World Championship 2024 Resmi Dibuka di Danau Toba, Samosir
Sambil menjalankan usaha Jack masuk kuliah. Di Universitas Indonesia Esa Unggul Jakarta. Di jurusan elektro. Ia pilih Esa Unggul karena dekat dengan tempat usahanya.
Jack Poltak terus ingat kampung halaman bapaknya di Pulau Samosir. Ia tahu betapa sulit hidup di Desa Sitinjak.
Pertaniannya tergantung pada tadah hujan. Kalau kemarau panjang tidak ada tanaman yang bisa menghasilkan. Untuk air minum, masak dan mandi pun harus mengambil sendiri ke danau.