Ketika
tuntutan menulis di jurnal terindeks global, seperti Scopus dan Web of Science (WoS),
digalakkan
di kampus-kampus dan lembaga penelitian, banyak ilmuwan kita yang kemudian
keluar dari tempurungnya dan melihat wacana akademik di mancanegara.
Mereka lantas
mulai mencoba dan berlomba untuk masuk dalam komunitas akademik dunia dengan
memublikasikan karya-karya mereka.
Baca Juga:
Telkom Ajak Generasi Muda Berinovasi Melalui Digitalisasi
Ketika
sebagian dari akademisi kita mulai bersemangat untuk bersaing dengan para
akademisi asing, tiba-tiba hendak dimatikan semangatnya dengan pernyataan yang
kurang apresiatif terhadap publikasi.
Ini bisa
menjadi seperti menyebarkan energi negatif di ranah akademik.
Memang tentu
saja harus diakui bahwa dorongan untuk melakukan publikasi internasional itu,
dalam beberapa kasus, tidak diikuti dengan langkah atau upaya yang benar dengan
melakukan publikasi di jurnal-jurnal yang bereputasi baik.
Baca Juga:
Mahasiswa Diminta Ciptakan Inovasi dan Lapangan Kerja dalam Sektor Pertanian Modern
Sebagian
terjebak pada predatory journals atau jurnal
abal-abal, semata demi memenuhi tuntutan kepangkatan atau kelulusan sekolah.
Bahkan, tak
sedikit yang melakukan tricking dengan menggunakan
"calo Scopus" atau "peternak artikel
ilmiah" untuk memenuhi tuntutan itu.
Kelemahan-kelemahan
seperti itu mestinya tak lantas menjadi alasan untuk kemudian menghapuskan atau
mematikan gairah melakukan publikasi internasional dan bersaing dengan
sarjana-sarjana asing di kancah global.