Jakarta Wahana
News, Pola kepemimpinan Presiden Jokowi juga dipengaruhi oleh latar
belakang dirinya yang berdarah Jawa. Hal ini tercermin dalam posting viral
melalui sosial media Twitter, Facebook hingga Instagram, saat Presiden Jokowi
mengunggah pepatah Jawa yaitu "Lamun sira sekti, aja mateni" yang merupakan
salah satu moral kepemimpinan.
Hal ini disampaikan Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan
Eko Sulistyo dalam forum simposium peneliti Jokowi II dengan tema "Refleksi
Fenomena Politik Jokowi" di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, pada
Kamis, 25 Juli 2019.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
Forum dibuka oleh aktivis muda Arief Rosyid sebagai
inisiator acara dan dimoderatori pemimpin redaksi Majalah Tempo Arif Zulfikli,
yang juga diisi oleh pengamat politik Fachry Ali, pakar Ekopol, Staf Khusus
Presiden Siti Ruhaini Dzuhayatin dan peneliti Jokowi Andi Zulkarnain.
"Ajaran itu adalah ajaran moral tentang kepemimpinan.
Meskipun kalian punya kekuasaan dan jadi kuat, tapu jangan semena-mena," jelas
Eko Sulistyo.
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
Baca Juga:Presiden Jokowi Utus Mensesneg Jenguk Buya Syafii
Selain itu, unggahan tersebut dibarengi dengan gambar
tokoh wayang Gatot Kaca yang sedang memberikan padi kepada petani. Menurutnya,
gambar tersebut memberikan syarat bahwa pemimpin harus bisa memahami dan
mendengar rakyat.
"Menurut Jokowi, demokrasi itu mendengar rakyat dan
mendapat feedback dari rakyat. Tercermin juga konsep Jawa yaitu soal mengayomi
yang artinya melindungi, serta ngayemi yang artinya mensejahterakan
masyarakat."
Banyak penafsiran terhadap unggahan Jokowi tersebut,
yang menurutnya sah-sah saja. Namun, melalui unggahan tersebut, Jokowi ingin
mencerminkan bahwa kekuasaan itu tidak untuk dipakai semena-mena, tidak absolut
dan harus tetap bermoral.
"Bahwa apa yang disampaikan Pak Jokowi menunjukkan
karakter kepemimpinan baliau. Karakter kepemimpinan yang merangkul, menyatukan.
Melalui tulisan saya juga, Pak Jokowi memiliki karakter kepemimpinan solidarity
maker, yang merupakan konsep yang menyatukan dan merangkul,"
imbuhnya.
Ia juga menjelaskan, meskipun lahir di kultur
masyarakat Jawa, Jokowi dalam implikasi pengambilan kebijakannya, tidak hanya
terpusat pada daerah Jawa atau Jawa sentris. Ini, dinilainya, merupakan salah
satu bentuk revolusioner kepemimpinan Jokowi yang dimana ia mampu melampaui
budaya.
"Kepemimpinan di masa beliau sudah tidak Jawa Sentris
lagi, yang menujukkan dia mampu melampaui budaya. Dia dalam kebijakannya beyond
dan mencerminkan bahwa Indonesia tidak hanya terbentuk dari tanah Jawa tapi
juga pulau-pulau lainnya." Pungkasnya.(Whn1)