WahanaNews.co | Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Pendeta DR Andreas Anangguru Yewangoe menilai, dalam berpolitik, tokoh nasional Sabam Sirait menjalankan prinsip-prinsip kekristenan.
Oleh karena itu, Sabam Sirait tak memiliki musuh dan menjadikan politik itu bagian dari pelayanan.
Baca Juga:
Dit. Reskrim Polda Metro Jaya Panggil Saksi Kasus Penistaan Agama
Hal itu disampaikan A Yewangoe dalam webinar nasional "Rekam Jejak Sabam Sirait sebagai Tokoh Bangsa", Minggu (20/3/2022) sore. Webinar dihadiri ratusan tokoh-tokoh senior GMKI, kader GMKI, senior GMKI yang juga istri almarhum Sabam Sirait dr Sondang Sidabutar, para mantan Ketua Umum GMKI dari 1980 hingga 2020, tokoh senior Bungarah Saragih, Ketua Pengajuan Sabam Sirait menjadi Pahlawan Nasional RE Nainggolan, dan tokoh-tokoh lainnya.
Menurutnya, prinsip yang dijalankan Sabam Sirait itu bahwa politik bukan melulu untuk mencapai kekuasaan, tetapi demi pelayanan. Bahkan, ketika Sabam tidak masuk kabinet atau kekuasaan tetap bersikap biasa-biasa saja.
"Pelayanan itu di mana-mana itu bisa dilakukan. Bahwa kekuasaan itu harus memperlihatkan keadilan pada kebenaran dan harus ada keseimbangan kasih dan keadilan," katanya.
Baca Juga:
Pria Ini Ajak Warga Sekampung Pindah Agama, Usai Dipenjara karena Ikut Yesus
Mantan Ketua Umum PGI itu mengatakan, selama orang Kristen menjalankan prinsip-prinsip berpolitik sesuai prinsip kekristenan, tidak mungkin kekuasaan itu dijalankan tanpa cinta kasih.
Sebaliknya cinta kasih tanpa kekuasaan itu cengeng alias tidak ada gunanya. A Yewangoe menekankan kedua prinsip itu harus sungguh-sungguh memperlihatkan keadilan dalam masyarakat.
"Jadi ada keseimbanngan antara keadilan dan kasih. Saya sangat yakin pak Sabam dibimbing oleh prinsip-prinisp itu dalam menjalankan kiprah politiknya, itulah sebabnya, Sabam mampu bermanuver memperjuangkan kepentingan rakyat banyak selama 7 presiden. Mulai dari Soekarno hingga Joko Widodo," jelas A Yewangoe.
Pada masa Orde Baru, demokrasi Pancasila dengan kekuasaan yang luar biasa dari Soeharto, Sabam Sirait tetap bisa berlayar di atas kerumitan pelaksanaan kekuasaan. Sabam tercatat sebagai anggota DPD hingga wafat atau berkiprah di dalam dunia politik selama 63 tahun.
"Bahwa pak Sabam mampu bertahan dalam kondisi politik apapun karena dibimbing berpolitik secara kristiani," katanya.
Dalam catatan A Yewangoe, Sabam adalah seorang politisi yang luwes tidak punya musuh, baik musuh pribadi atau musuh politik. Ia mampu mencairkan suasana yang tegang dengan humor yang bermutu, bahkan setara dengan Presiden Gusdur.
Sekalipun Sabam secara politik berseberangan dengan Gusdur, namun mereka bisa kompak. Hal itu terlihat saat mendukung Palestina.
"Tidak ada musuh politik pak Sabam. Ini harus menjadi panutan untuk menghindari apa yang sekarang ini disebut tak ada poliik belas dendam. Saya menilai kita terjebak politik belas dendam sekarang ini," katanya.
Apa yang dilakukan pak Sabam seharusnya bisa menjadi contoh bagi politisi saat ini agar bangsa ini bisa bergerak maju. Sabam Sirait telah menjadi panutan bahwa dendam politik itu tidak baik, dan politisi sekarang ini harus mengikuti jejak itu.
Sabam juga seorang yang berani. Insiden interuspsi yang sangat terkenal satu-satunya tercatat yang dalam setiap diskusi politik menyatakan prinsip politik yang berani.
Menurutnya, tidak mudah melakukan interupsi di masa Orba yang otoriter apalagi itu jelas berada di luar skenario. "Kendati waktu itu tak didengarkan, itu berdampak besar bagi penguasa Orde Baru waktu itu. Ternyata rezim itu bisa juga diinterupsi," katanya.
A Yewangoe mengatakan, prinsip politik Sabam Sirait adalah politik itu suci. Oleh karena itu, orang Kristen tidak boleh menjauhi politik. Sebab, tak ada di dunia ini tanpa politik. Orang Kristen harus mampu hidup politik. Hanya saja, geraja tidak boleh berubah menjadi partai politik.
"Saya kira ini yang dijalankan oleh pak Sabam. Pak Sabam mempunyai keyakinan seperti itu. Sabam mampu bergumul rangkap yang artinya pada satu pihak berpihak apa yang Tuhan kehendaki. pada saat yang sama bergumul memperjuangkan kepentingan rakyat banyak," tandasnya.
A Yewangoe menambahkan, Sabam Sirait juga turut berjuang memasukkan program pembangunan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) saat itu. Menurutnya, pembangunan nasional harus merupakan bagian pengamalan Pancasila.
"Jadi pembangunan itu tidak lain dari pengamalan dari seluruh nilai-nilai Pancasila. Tidak boleh dipotong, harus dilihat dan diwujudkan dari kesatuan," katanya.
Dia mengatakan, yang dirumuskan dalam GBHN ini tetap menjiwa dalam Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (BPIP) yang dibentuk oleh Presiden Jokowi. "Bahwa pembangunan infrastuktur harus mencermintah sila-sila Pancasila dari Sila Pertama samapai Sila ke Lima," pungkasnya. [rin]