WahanaNews.co | Bupati Kabupaten Bogor Ade Yasin terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (26/4/2022).
Ade Yasin terjaring OTT bersama 12 orang lainnya terdiri dari ASN Kabupaten Bogor dan pegawai BPK Jabar. OTT yang dilakukan KPK itu berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan suap.
Baca Juga:
Terkait Korupsi KA, Kejagung Periksa Tiga Mantan Kepala BTP Sumbangut
Sebelumnya, Rachmat Yasin kakak dari Ade Yasin ketika menjabat sebagai Bupati Bogor, juga ditangkap KPK pada 2014.
Rachmat dicokok dalam OTT KPK terkait kasus suap sebesar Rp 4,5 miliar dalam tukar-menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri (BJA). Dalam kasus ini, Rahmat Yasin sudah bebas.
Namun, Rahmat Yasin kena kasus lagi dan divonis bersalah. Saat ini, Rahmat Yasin sedang menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, setelah divonis 2 tahun 8 bulan penjara.
Baca Juga:
Korupsi Tata Niaga PT Timah, 3 Eks Kadis ESDM Babel Dituntut 6 Hingga 7 tahun Penjara
Kalapas Sukamiskin, Elly Yuzar mengatakan, kondisi Rahmat Yasin baik-baik saja dan sudah mengetahui bahwa adiknya terjaring OTT KPK.
"Tahulah (Ade Yasin tertangkap KPK). Baik-baik saja dia itu, Aktivitasnya biasa aja," ujar Elly, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (27/4/2022).
Pengamat pemerintahan dari UPI Bandung, Prof Cecep Darmawan menilai sistem pengawasan birokrasi dan segala instrumennya di BPK Jabar belum berjalan dengan baik. Buktinya, dua bulan berturut-turut pegawainya kena kasus.
Terbaru, pegawai BPK Jabar kena OTT KPK bersama Bupati Bogor Ade Yasin pada Selasa (26/4/2022). Menurutnya, sebagai lembaga pemeriksa harus direorientasi agar tak kejadian lagi kasus ketiga seperti yang baru saja terjadi.
"Kita tentunya prihatin ya, dalam keadaan bulan puasa dan pandemi, kok masih melakukan seperti itu. Ini (BPK) harus dilakukan evaluasi kembali, dari mulai rekrutmen, pembinaan dan pendidikan, kan harusnya mereka yang menegakan aturan, malah menabrak, kan rusak namanya," ujar Cecep Darmawan saat dihubungi pada Rabu (27/4/2022).
Pun demikian dengan Deden Ramdan, pengamat pemerintahan dari Universitas Pasundan (Unpas) yang prihatin dengan pegawai BPK Jabar yang terkena OTT KPK.
"Ini ironi, karena lembaga negara yang bekerja atas nama UU dan melaksanakan fungsi pemeriksaan keuangan negara, justru melakukan langkah-langkah yang menurut saya, kontradiksi dengan tugas pokok yang seharusnya," ujar Deden.
Baca juga: Sempat Larang ASN Terima Gratifikasi, Bupati Bogor Ade Yasin Justru Kini Terancam Lebaran di Bui
Sebelumnya, sejumlah pegawai BPK Jabar, turut terjaring OTT bersama Bupati Bogor, Ade Yasin. KPK melakukan OTT pada Selasa 26 April 2022, malam hingga Rabu 27 April 2022 pagi. OTT tersebut diduga berkaitan dengan suap.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, kegiatan tangkap tangan ini dilakukan berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan suap.
Bupati Bogor Ade Yasin ditangkap KPK dalam OTT pada Selasa (24/4/2022). Bersamaan dengan itu, pegawai BPK Jabar turut ditangkap.
"Terkait dugaan suap pengurusan temuan laporan keuangan Pemkab Bogor," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (27/4/2022).
Dalam operasi tangkap tangan atau OTT itu, KPK mengamankan 12 orang. Satu di antaranya Bupati Bogor Ade Yasin, sejumlah PNS Pemkab Bogor dan pegawai BPK Jabar.
"Saat ini seluruh pihak masih dilakukan pemeriksaan dan klarifikasi secara maraton di Gedung Merah Putih KPK," ucap Ali.
Ali Fikri mengungkap bahwa dalam kegiatan OTT itu, pihaknya menemukan sejumlah uang diduga sebagai uang suap untuk pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor.
Baca juga: Ini Penampakan Uang yang Disita KPK dari OTT Bupati Bogor Ade Yasin
Uang yang ditemukan dan diamankan tim KPK itu juga akan dikonfirmasi kembali kepada pihak-pihak yang ditangkap. "Perkembangan akan kembali disampaikan," kata Ali.
Ketua KPK Firli Bahuri menjamin penangkapan yang dilakukan terhadap Bupati Bogor Ade Yasin sesuai dengan asas-asas tugas pokok KPK.
"Kita bekerja sesuai asas-asas pelaksanaan tugas pokok KPK. Tidak akan pernah terjadi KPK menersangkakan seseorang sebagai tersangka tanpa kecukupan bukti," ujar Firli Bahuri.
Firli Bahuri mengaku sudah koordinasi dengan BPK. Namun, dia tidak mengungkap bentuk koordinasi itu.
"Kami sedang berkordinasi untuk penjelasan bersama dengan lembaga tempat oknum tersebut bekerja," kata Firli.
"Mohon kesabaranya sehingga para penyidik KPK dapat menemukan seluruh alat bukti yang diperlukan untuk menetapkan seorang tersangka," ucap dia.
Pada akhir Maret 2022, tim Kejati Jabar juga menangkap dua pegawai BPK Jabar berinisial Amr dan F. Keduanya diduga memeras terkait laporan keuangan Pemkab Bekasi.
Keduanya diamankan oleh tim gabungan di kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Bekasi.
"Kami mengamankan dan menggeledah didapat uang sebanyak Rp 350 juta dari sebuah apartemen yang diduga ditempati oleh oknum bersangkutan," ujar Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana saat jumpa pers di kantor Kejati.
Kedua pegawai BPK Jabar ini diduga memeras RSUD Bekasi dan 17 Puskesmas di Kabupaten Bekasi dengan dalih pemeriksaan laporan keuangan Kabupaten Bekasi tahun 2021 pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi.
"Modusnya kurang lebih bahwa dia menyampaikan ada temuan dan kemudian ada menegokan. Kalau tidak memberikan uang, akan diungkap. Kalau memberikan, ini (temuan) akan diselesaikan," ucapnya.
Tak tanggung-tanggung, kedua pegawai berinisial AMR dan F ini meminta uang dengan nominal cukup besar. Untuk skala rumah sakit, keduanya meminta hingga Rp 500 juta.
"Yang diminta kurang lebih Rp 500 juta untuk rumah sakit daerah dan 17 puskesmas masing-masing Rp 20 juta," katanya.
Pihak rumah sakit dan puskesmas, kata Asep, tidak dapat menyanggupi permintaan kedua pegawai BPK Jabar tersebut. Akhirnya pihak RSUD hanya menyerahkan Rp 100 juta sedangkan dari puskesmas masing-masing yang diserahkan beragam yang totalnya Rp 250 juta.
"Yang menyedihkan ketika pihak RS tidak mampu ada satu staf yang meminjam uang untuk memenuhi ini dan meminjam ke bank daerah Rp 100 juta dan diserahkan (ke pegawai BPK) ini barang bukti HP, uang pecahan Rp. 50 ribu dan Rp. 100 ribu itu memang uang yang diserahkan ke yang bersangkutan," katanya.
Satu pegawai BPK Jabar, berinisial F yang terjerat kasus pemerasan pada ASN di Pemkab Bekasi lolos dari jeratan pidana.
Satu pegawai BPK Jabar lainnya, Amr, ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan pada RSUD Bekasi dan 17 puskesmas di Kabupaten Bekasi terkait laporan pemeriksaan keuangan.
"Sudah memenuhi dua alat bukti yang cukup sehingga perkara dinaikan ke penyidikan. Terhadap oknum F, yang kami sampaikan kemarin diamankan bersama AMR, berdasarkan pemeriksaan penyidik masih belum ditemukan cukup bukti untuk ditingkatkan ke tahap penyidkan," ujar Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana, saat jumpa pers di Kantor Kejati Jabar, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Kamis (31/3/2022).
Selanjutnya, kata dia, F dikembalikan ke BPK Jabar untuk dilakukan pembinaan secara internal.
"Ini baru hasil pemeriksaan awal kami, tidak menutup kemungkinan akan ada perkembangan baru sesuai alat bukti," ucapnya.
Seandainya nantinya ditemukan alat bukti baru terhadap F, maka tidak menutup kemungkinan F bakal kembali menjalani pemeriksaan. [qnt]