WahanaNews.co | Sekretaris Jenderal Perhimpunan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) Adian Napitupulu mengaku heran dengan tuntutan demo mahasiswa 11 April kemarin.
Salah satunya tentang kenaikan BBM, karena harga yang naik adalah jenis untuk masyarakat kalangan menengah ke atas, yaitu Pertamax.
Baca Juga:
Adian Sebut PDIP Masih Kaji Peluang Ikut PKS Usung Anies di Pilkada Jakarta
"Jadi kalau ada aksi menolak kenaikan harga Pertamax maka tentu yang sangat terbela dan diuntungkan bukan tukang ojek, supir angkutan umum, angkutan sayur mayur dan ekonomi lemah lainnya tetapi sekitar 14% kelas menengah keatas pengguna Pertamax yang pendapatannya boleh jadi dikisaran Rp15 juta per bulan hingga tak terhingga," ujar Adian dalam pernyataannya, Rabu (13/4/2022).
Dirinya lantas membuat perbandingan harga BBM di tiga masa jabatan Presiden, yaitu Soeharto, SBY dan Jokowi.
Lanjutnya, perbandingan ini dibuat dengan beberapa catatan yaitu, pertama, harga BBM yang di bandingkan adalah jenis Premium dan atau Pertalite.
Kedua, Perbandingan menggunakan UMR Jakarta dalam beberapa kurun waktu.
Baca Juga:
Buku Catatan Hasto PDIP Disita KPK, Adian Napitupulu Mengaku Heran
"Pada tahun 1991 harga Premium Rp150 per liter sementara UMR saat itu Rp18.200 per bulan. Dengan perbandingan itu maka upah pekerja dalam satu bulan hanya mampu membeli sekitar 121 liter Premium," ungkapnya.
Lalu, pada tahun 1998 Premium naik sekitar 700% dari tahun 1991. Dari Rp150 per liter menjadi Rp1.200 per liter, namun di sisi lain, UMR juga naik menjadi Rp154.000 per bulan.
Jadi upah satu bulan setara dengan 128 liter Premium.
Kemudian, di periode selanjutnya, saat SBY dilantik menjadi Presiden harga Premium adalah Rp 1.810, sementara UMR saat itu Rp 672.000 per bulan.
Perbandingan upah 1 bulan setara dengan 371 liter Premium.
Di akhir pemerintahan SBY pada 2014 harga Premium menjadi Rp6.500 per liter atau naik sekitar 259% dari harga awal SBY di lantik.
"Pada tahun terakhir SBY menjabat UMR berada di angka Rp2.441.000. Dengan besaran UMR tersebut di banding harga Premium maka upah satu bulan setara dengan 375 liter premium," jelasnya.
Kemudian, di periode ketiga, saat Jokowi dilantik harga Premium Rp6.500 lalu naik menjadi Rp7.500 tetapi turun lagi menjadi Rp6.450 per liter. Pada saat itu UMR perbulan Rp2.700.000,- atau setara dengan 360 liter Premium.
Lebih lanjut, menurutnya jelang 8 tahun pemerintahan Jokowi Premium berkurang drastis dan digantikan dengan Pertalite yang secara kualitas lebih tinggi dari Premium, tapi harga juga naik menjadi Rp7.650 perliter.
Menurut perhitungannya, kenaikan harga Premium 2014 ke Pertalite 2022 berada di kisaran 16%. Di saat harga Pertalite Rp7.650 perliter, tingkat UMR saat ini Rp4.453.000 per bulan. Dengan demikian maka 1 bulan upah setara dengan 582 liter Pertalite.
"Singkatnya di Pemerintahan Soeharto BBM naik 700% sementara dalam 10 tahun pemerintahan SBY BBM naik 259%, sedangkan di 8 tahun pemerintahan Jokowi kenaikan BBM Premium ke Pertalite naik sekitar 16% saja," pungkasnya. [rsy]