Dimas menyebut itikad itu sudah baik. Sebab, Peristiwa 1965-1966 merupakan beban moral bangsa. Hal itu diafirmasi oleh penyelidikan pro justisia yang dilakukan oleh Komnas HAM.
Namun, kata Dimas, Anies tidak memperlihatkan komitmennya itu. Dia justru menandatangani kesepakatan yang berlawanan dengan visi-misi nya.
Baca Juga:
Mulai Besok MK Periksa Saksi-Ahli dari Tim AMIN, Simak Aturan Mainnya
"Tidak akan ada proses berkeadilan dan komprehensif yang disampaikan oleh Pak Anies dalam melakukan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu," ujarnya.
Adapun kontradiktif AMIN soal komitmen menjaga kebebasan berekspresi salah satunya ditemui pada poin 5 Pakta Integritas Ijtima Ulama. Pada poin itu AMIN dituntut harus melakukan Revolusi Akhlak.
AMIN harus membersihkan Indonesia dari fenomena yang disebut Ijtima Ulama sebagai 'penyakit masyarakat'. Menurut Ijtima Ulama penyakit masyarakat salah satunya LGBTQ.
Baca Juga:
Disindir KPU "Tak Persoalkan Gibran Jika Menang" Tim AMIN Angkat Suara
Menurut Dimas, AMIN justru mengorbankan kebebasan dengan menyetujui kesepakatan dalam pakta integritas tersebut.
Dimas mengungkapkan bahwa perjanjian tersebut justru memudahkan peningkatan diskriminasi dan penindasan terhadap kelompok minoritas.
"Diharapkan akan ada upaya yang memfasilitasi, atau negara akan menjadi penyelenggara utama terhadap peningkatan kebencian dan diskriminasi yang berpotensi berujung pada kekerasan. Selanjutnya, stigmatisasi akan terus berlanjut terhadap kelompok rentan dan kelompok minoritas," ujarnya.