WAHANANEWS.CO, Jakarta - Gelombang besar dugaan korupsi di sektor migas menyeret nama Muhammad Kerry Adrianto Riza, anak saudagar minyak Riza Chalid dan pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa, yang kini duduk di kursi terdakwa dengan dakwaan memperkaya diri hingga lebih dari Rp3,07 triliun.
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung Triyana Setia Putra dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/10/2025), menyebut Kerry diduga turut memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp285,18 triliun dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023.
Baca Juga:
Saat Ditanya Andil Riza Chalid Aksi Demo ricuh, Kapolri Sebut Ikuti Bukti
“Perbuatan terdakwa Kerry dilakukan bersama-sama dengan Sani Dinar Saifuddin, Yoki Firnandi, Agus Purwono, Dimas Werhaspati, Gading Ramadhan Joedo, Alfian Nasution, Hanung Budya Yuktyanta, dan Mohammad Riza Chalid dalam kegiatan sewa kapal dan sewa tangki bahan bakar minyak,” ujar JPU di hadapan majelis hakim.
Jaksa merinci bahwa dalam pengaturan penyewaan tiga kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN), Kerry didakwa memperkaya diri dan Komisaris PT JMN Dimas Werhaspati melalui PT JMN hingga 9,86 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp162,69 miliar serta tambahan Rp1,07 miliar.
Pada kegiatan penyewaan Terminal BBM Merak, Kerry diduga memperkaya diri sendiri, Gading Ramadhan Juedo selaku Komisaris PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi, dan Riza Chalid sebagai pemilik manfaat PT Tanki Merak dan PT Orbit Terminal Merak hingga Rp2,91 triliun.
Baca Juga:
Kejagung Sita Tanah dan Bangunan Tersangka Korupsi Minyak Mentah MRC
Selain Kerry, terdakwa lain dalam perkara ini adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PIS) Tahun 2022–2024 Yoki Firnandi, Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Tahun 2023–2024 Agus Purwono, serta Dimas dan Gading yang juga turut diseret ke meja hijau.
Kelima terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam konstruksi perkara, jaksa mengungkap Kerry meminta Yoki memberikan kepastian penyewaan kapal dari PT PIS sebagai dasar pembayaran kredit investasi ke Bank Mandiri, padahal saat itu belum ada proses pengadaan resmi antara PT PIS dan PT JMN.
Kerry bersama Dimas, Sani, dan Agus juga didakwa mengatur agar kapal Suezmax milik PT JMN menjadi satu-satunya kapal yang memenuhi syarat lelang dengan menambahkan frasa “pengangkutan domestik” dalam dokumen jawaban PT KPI, sehingga kapal asing otomatis tersingkir dari tender.
Tidak hanya itu, satu kapal lain milik PT JMN bernama Jenggala Bango jenis MRGC yang bahkan belum memiliki izin usaha pengangkutan migas tetap dinyatakan lolos dan menang dalam proses penyewaan, yang menurut jaksa hanya dilakukan secara formalitas.
Pada skema penyewaan Terminal BBM Merak, Kerry dan Riza melalui Gading selaku Direktur PT Tangki Merak mengajukan kerja sama kepada Hanung Budya Yuktyanta selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero), meskipun mereka sadar bahwa terminal tersebut bukan milik PT Tangki Merak melainkan masih milik PT Oiltanking Merak.
Kerry kemudian menyetujui Gading untuk menandatangani Nota Kesepahaman Jasa Penerimaan, Penyimpanan, dan Penyerahan BBM bersama Hanung, sementara terminal belum resmi dimiliki, dan jaminan kredit ke Bank BRI menggunakan skema akuisisi PT Oiltanking Merak sebagai agunan.
Jaksa juga mengungkap adanya penggunaan dana senilai Rp176,39 juta dari pembayaran sewa Terminal BBM Merak yang digunakan untuk kegiatan golf di Thailand yang diikuti Gading, Dimas, Yoki, Sani, Arief, dan Agus.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]