WahanaNews.co, Jakarta - Presiden Joko Widodo kembali menegaskan pendiriannya mengenai izin bagi presiden untuk berkampanye, dan ia mengharapkan bahwa pernyataannya tidak diinterpretasikan secara keliru.
Jokowi bahkan menunjukkan salinan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 299 dan Pasal 281 sebagai referensi terkait regulasi kampanye untuk presiden dan wakil presiden.
Baca Juga:
Ketua DPD Martabat Prabowo-Gibran Sumatera Utara Tenno Purba Ucapkan Selamat Atas Pelantikan Presiden Dan Wapres RI
Sementara itu Calon Presiden Nomor Urut 1, Anies Baswedan telah memerintahkan Tim Hukum AMIN untuk mencabut laporan terhadap Presiden Joko Widodo ke Bawaslu karena pernyataan kampanye dan 'memihak' di Pilres 2024.
Anies baswedan menilai persoalan ini receh sehingga tak perlu adanya laporan ke Bawaslu.
Anies meminta Tim Hukum Nasional fokus pada pemenangan jelang Pemilu
Baca Juga:
Saksi Ungkap Rintihan Anak Pamen TNI yang Tewas di Lanud Halim
"Karena kita mau konsentrasi di urusan pemenangan," kata Anies di Aceh, Sabtu (27/1/2024).
Anies sendiri menilai, apa yang disampaikan Jokowi melanggar sisi etika kenegarawanan.
"Jadi kalau sekarang kita melihat kontroversi dan lain-lain, ini salah satu efek, kalau kita tidak menempatkan posisi sebagai negarawan," kata Anies.
Salah satu dampak yang terlihat imbas pernyataan Jokowi tersebut, ada ketimpangan akses di antara masyarakat.
"Kita ingin mengembalikan marwah kepemimpinan nasional sebagai negarawan yang mengayomi semua dan merangkul semua," kata dia.
Oleh karenanya, dia meminta masyarakat melakukan penilaian. Salah satu caranya dalam Pemilu mendatang.
"Kurang lebih itu semua akan dilakukan penilaian, apakah seperti ini mau diteruskan atau perlu perubahan. Menurut kami perlu perubahan," kata Anies.
Sebelumnya, Ketua Tim Hukum Nasional Timnas AMIN, Ari Yusuf Amir mengungkapkan, pihaknya akan melaporkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pernyataan presiden boleh berpihak dalam Pilpres 2024.
Ari akan melaporkan kasus tersebut ke Bawaslu RI. Dirinya mengklaim sudah menyiapkan format laporan terkait pernyataan Jokowi ke Bawaslu.
"Kami akan memberikan pendapat hukum kami, analisis hukum kami, kepada Bawaslu dan silakan Bawaslu untuk menyikapi nanti," kata Ari dalam keterangan tertulis, Jumat (26/1/2024).
Ari telah melakukan analisis hukum terkait pernyataan Jokowi dan telah menyampaikan hasil analisis tersebut kepada Bawaslu sebelum melaporkannya.
"Keputusan selanjutnya tergantung pada sikap yang diambil oleh KPU dan Bawaslu," ungkapnya.
Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menilai pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa presiden boleh berkampanye, telah banyak disalahartikan.
"Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu (24/1), telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri yang ikut tim sukses," kata Ari Dwipayana, Kamis (25/1/2024) lalu.
Dia mengatakan Presiden dalam merespons pertanyaan itu, memberikan penjelasan terutama terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi menteri ataupun presiden.
"Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu bahwa kampanye pemilu boleh mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, dan juga kepala daerah dan wakil kepala daerah. Artinya, presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam undang-undang," kata Ari.
Namun, menurutnya, terdapat syarat yang harus dipenuhi jika presiden ingin terlibat dalam kampanye.
Pertama, presiden tidak diperkenankan menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya, kecuali jika itu berkaitan dengan keamanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kedua, presiden harus mengambil cuti yang tidak dibebankan pada tanggungan negara.
Dia menyatakan bahwa izin untuk presiden berkampanye berarti Undang-Undang Pemilu menjamin hak presiden untuk memiliki preferensi politik terhadap partai atau pasangan calon tertentu sebagai peserta pemilu yang sedang dikampanyekan, namun tetap harus mematuhi aturan-aturan yang telah dijelaskan dalam undang-undang.
"Sekali lagi, apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada pada Undang-Undang Pemilu. Demikian pula dengan praktik politiknya juga bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi," kata dia.
"Presiden-presiden sebelumnya, mulai presiden ke-5 dan ke-6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya," ujar Ari.
Selain itu, lanjutnya, dalam pernyataannya di Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (24/1/2024) Presiden juga menegaskan bahwa semua pejabat publik atau pejabat politik harus berpegang pada aturan main.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]