Hasil survei terbaru dari Litbang Kompas menunjukkan bahwa PKB memiliki elektabilitas sebesar 7,6 persen. Angka ini menjadikan PKB sebagai partai ketiga dengan elektabilitas tertinggi setelah PDI Perjuangan dan Partai Gerindra, mengungguli Partai Golkar dan Partai Demokrat.
Terlepas dari itu, sebagian besar pendukung PKB berasal dari kelompok Nahdlatul Ulama (NU) yang tersebar di Jawa Timur, wilayah yang belum sepenuhnya dikuasai oleh Anies.
Baca Juga:
PHK Ancam Tenaga Kerja, Cak Imin Minta Semua Pihak Bertindak Bersama
Oleh karena itu, menurut pandangan Ari, dengan memilih Muhaimin sebagai pasangannya, Anies mungkin ingin mengatasi tantangan untuk memperkuat dukungannya di wilayah tersebut yang masih relatif kurang kuat.
“Saya menganggap langkah Nasdem menggaet Cak Imin sebagai pendamping Anies tidak terlepas dari potensi suara tapal kuda di Jawa Timur dan basis-basis PKB di mana pun berada,” ungkap Ari, mengutip Kompas, Minggu (3/9/2023).
Selain itu, Ari menduga, Nasdem memanfaatkan situasi politik terkini, di mana Muhaimin dan PKB merasa terancam karena Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) merapatkan barisan ke koalisi pendukung Prabowo Subianto.
Baca Juga:
Cak Imin Mengaku Menerima Pesan dari Presiden Prabowo Subianto
Sebab, dengan bergabungnya Golkar dan PAN, peluang Cak Imin menjadi cawapres Prabowo semakin kecil, lantaran harus bersaing dengan Menteri BUMN Erick Thohir yang disodorkan oleh PAN.
“Saya anggap sebagai spekulatif politik, Nasdem memanfaatkan betul suasana kebatinan Cak Imim dan PKB yang merasa terbuang usai Golkar dan PAN merapat serta menguatnya nama Erick Thohir sebagai cawapresnya Prabowo,” ujar pengajar Universitas Indonesia tersebut.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam. Dengan menggandeng Muhaimin, Anies disebut hendak menghapus citra politik identitas yang melekat di dirinya.