WahanaNews.co | Departemen Luar Negeri AS menyetujui rencana penjualan 36 jet tempur F-15 dan berbagai macam peralatan militer ke Indonesia.
Persetujuan tak lama diberikan setelah Indonesia, melalui Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, meneken perjanjian pembelian 42 jet tempur Dassault Rafale generasi 4,5 dengan Prancis.
Baca Juga:
Mabes TNI Kirim Prajurit Terbaiknya Ikuti Latihan Integrasi Di Australia
Mengutip AFP, Jumat (11/2), Departemen Luar Negeri AS menyatakan persetujuan penjualan diberikan demi meningkatkan keamanan mitra regional.
Adapun nilai penjualannya mencapai US$ 14 miliar atau Rp 200,8 triliun (kurs Rp 14.347 per dolar AS).
"Keamanan mitra regional penting untuk stabilitas politik, dan kemajuan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik," kata mereka dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari AFP, Jumat (11/2/2022).
Baca Juga:
Panglima TNI Tinjau Kesiapan Puncak Peringatan HUT Ke-79 TNI di Monas
Dalam pernyataan tersebut, mereka menambahkan bahwa persetujuan ini tidak akan mengubah keseimbangan dasar militer di kawasan itu.
Meskipun sudah disetujui oleh Departemen Luar Negeri, Pentagon tidak menunjukkan lebih lanjut apakah sudah ada kontrak jual beli yang ditandatangani antara Indonesia dengan AS atau belum.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, mengatakan, Indonesia memang berencana meningkatkan dan memodernisasi armada tempurnya.
Indonesia telah bersepakat membeli 42 jet tempur Dassault Rafale generasi 4,5 buatan Prancis.
Kesepakatan pembelian itu ditandatangani oleh Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto, saat menjamu kedatangan Menhan Prancis, Florence Parly, di Jakarta, Kamis (10/2/2022).
Prabowo memaparkan, untuk tahap pertama, Indonesia akan memboyong 6 unit pertama jet Rafale.
"Kita mulai hari ini dengan tanda tangan kontrak pertama untuk 6 pesawat," kata Prabowo di Kantor Kementerian Pertahanan RI.
Prabowo menuturkan, selain jet tempur, Indonesia juga akan membeli dua kapal selam kelas Scorpene dari Prancis.
Pembelian kapal selam itu bagian dari kerja sama penelitian dan pengembangan kapal selam antara PT PAL dengan Naval Group.
“Tentunya akan mengarah pada pembelian dua kapal selam kelas Scorpene dengan AIP beserta persenjataan dan suku cadang yang dibutuhkan termasuk latihan," kata Prabowo.
Terkait rencana pembelian jet tempur dari Prancis dan AS itu, anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono, mengungkapkan bahwa Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memang pernah memaparkan rencana pembelian 42 pesawat tempur Dassault Rafale dan 36 unit F-15 itu saat rapat kerja beberapa bulan lalu dengan Komisi I.
Namun, kata Dave, saat itu belum dibahas detail mengenai skema pembayaran pembelian jet tempur tersebut.
"Kita juga baru disampaikan. Waktu rapat beberapa bulan lalu sih pernah dipaparkan masalah pembeliannya itu, cuma ya kita belum ngebahas secara detail tentang skema pembayarannya dan digunakannya seperti apa dan lain-lain. Karena kan pesawat ini kan berbeda dengan yang sudah kita miliki," kata Dave kepada wartawan, Jumat (11/2/2022).
Dave berujar, Komisi I DPR belum bisa bersikap soal keputusan Prabowo memboyong pesawat tempur tersebut.
Dikatakannya, Komisi I DPR akan meminta penjelasan Menhan terlebih dahulu.
Kemungkinan, rapat antara Komisi I DPR dengan Menhan digelar di masa sidang berikutnya, karena DPR segera menjalani masa reses.
"Kita bukan enggak mau mendukung atau menolak. Akan tetapi kita akan minta penjelasan dulu dari Pak Prabowo sebelum bisa menyatakan sikap kita," ujar legislator Partai Golkar itu.
Sementara itu, Koordinator Laboratorium Indonesia 2045 atau Lab 45, Andi Widjajanto, berpendapat, rencana pembelian 42 unit pesawat tempur Dassault Rafale, kapal selam kelas Scorpene dari Prancis, termasuk F-15 buatan AS itu, merupakan bagian dari Rencana Strategis (Renstra) Kekuatan Pertahanan 2024.
Renstra tersebut, kata dia, telah dirancang sejak 2006 untuk melengkapi skuadron tempur Angkatan Udara menjadi 10 sampai 12 skuadron dan kapal selam Angkatan Laut menjadi 12 kapal selam.
Saat disinggug apakah rencana pembelian alutsista tersebut terkait situasi di Laut Cina Selatan atau perkembangan lingkungan strategis di kawasan Indo Pasifik, Andi mengatakan Renstra 2024 menggunakan pendekatan kapabilitas.
Artinya, kata dia, pendekatan yang digunakan ditujukan untuk melakukan modernisasi pertahanan, apapun dinamika ancamannya.
Andi juga mengungkapkan konsekuensi yang akan dialami Indonesia apabila rencana tersebut tidak terealisasi.
Menurutnya, jika rencana tersebut tidak teralisasi maka Indonesia tidak punya pertahanan yang memadai untuk melindungi empat skenario titik panas yang harus diantisipasi TNI.
"Jika tidak terealisasi, Indonesia tidak memiliki gelar pertahanan yang memadai untuk melindungi empat skenario titik panas yang harus diantisipasi TNI. Selat Malaka, Natuna Utara, Ambalat, Saumlaki-Arafuru," kata Andi. [dhn]