Hal ini dikarenakan ancaman dan teror yang seringkali mengancam para whistleblower, bahkan dapat membahayakan nyawanya dan keluarganya.
Ancaman dan teror tersebut bisa saja berasal dari pihak-pihak yang tindak pidananya dilaporkan oleh whistleblower.
Baca Juga:
Sambut Baik Dukungan Aktivis Alumni Mahasiswa Jakarta Raya, Al Haris : Buktikan Kita Solid
Oleh karena itu, perlindungan hukum perlu diberikan kepada whistleblower dan keluarga mereka karena keamanan dan kenyamanan akan berpengaruh pada whistleblower sebagai pengungkap fakta.
Bentuk perlindungan hukum terhadap whistleblower
UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menjadi dasar hukum perlindungan terhadap whistleblower, terutama perlindungan hukum.
Baca Juga:
Aktivis Alumni Mahasiswa Jakarta Raya Dukung Al Haris - Sani di Pilgub Jambi 2024
Undang-undang ini menjadi angin segar bagi whistleblower untuk benar-benar mengungkap fakta terjadinya suatu tindak pidana tanpa terbebani oleh kasus hukum yang mungkin menjeratnya karena telah melaporkan tindak pidana.
Mengacu pada undang-undang tersebut, whistleblower atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.
Jika terdapat tuntutan hukum terhadap whistleblower atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.