WahanaNews.co, Jakarta - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang telah terpilih sebagai Hakim Konstitusi, Arsul Sani, menyatakan bahwa Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana sering kali menciptakan isu yang tidak memiliki dasar bukti.
Menurut Arsul Sani, pernyataan dari advokat tersebut tidak perlu dianggap serius.
Baca Juga:
MKMK Kembali Tegaskan Anwar Usman Tidak Bisa Adili Sengketa Pemilu 2024
Denny Indrayana baru-baru ini menuduh bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR berencana untuk mengubah Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) serta menyetujui persyaratan usia baru bagi Hakim Konstitusi yang menjadi 60 tahun dalam waktu dekat.
Denny Indrayana menyatakan bahwa strategi ini dirancang agar komposisi hakim MK yang berjumlah sembilan orang dapat dikendalikan dan dikuasai oleh satu kelompok untuk kepentingan strategi kemenangan dalam Pilpres 2024.
"Dia seringkali menciptakan isu yang pada akhirnya tidak terbukti, dan kemudian mencoba mengklaim bahwa berkat teriakannya, putusan MK berubah, seperti yang terjadi dalam kasus sistem pemilu yang dia yakini akan diadili secara tertutup." ungkap Arsul Sani, mengutip Tempo, Senin (27/11/2023).
Baca Juga:
Terpilih Hakim MK, Refly Harun Soroti Arsul Sani yang Punya Kantor Firma Hukum
Dalam keterangannya, Denny Indrayana mengatakan, Hakim MK yang belum umur 60 tahun termasuk Saldi Isra, Guntur Hamzah, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh.
Menurutnya yang belum 60, akan diminta konfirmasi ke lembaga pengusulnya.
“GH diusulkan DPR. SI dan Daniel diusulkan Presiden. GH diloloskan DPR, Daniel diloloskan Presiden. Saldi diganti Presiden? Makin kelihatan kepentingan elektoral pilpres, di atas pertimbangan etika moral-konstitusional,” kata Denny.
“Seperti modus manipulatif-koruptif mengubah syarat cawapres demi Gibran, mengubah syarat umur hakim MK untuk memastikan kemenangan, harus dilawan,” kata Denny.
Mengenai ambang batas Hakim Konstitusi, Arsul Sani mengatakan pernyataan Denny perlu ditanggapi biasa saja.
“Apalagi fraksi-fraksi di Komisi III pandangannya bervariasi, tidak tunggal. Demikian juga kita belum tahu sikap pemerintah yang timnya diketuai oleh Menko Polhukam Mahfud Md,” kata Politikus PPP itu dalam pesan singkat pada Ahad.
Menanggapi komentar Arsul, Denny Indrayana mengatakan, "senyumin aja."
Sejauh ini hanya ada gugatan judicial review (JR) ke mahkamah terkait dengan syarat umur Hakim MK yang dilayangkan oleh Fahri Bachmid selaku Dosen di Fakultas Hukum UMI Makassar.
Dia meminta umur hakim MK minimal 55 tahun. Gugatan tersebut akan diputus oleh MK pada 29 November pekan depan.
Kemajuan Gibran sebagai pasangan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024 melalui Koalisi Indonesia Maju telah diwarnai oleh berbagai kontroversi, termasuk keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan pejabat daerah untuk berpartisipasi dalam kontestasi, meskipun belum mencapai usia 40 tahun.
Keputusan ini disetujui saat Mahkamah Konstitusi dipimpin oleh Anwar Usman, yang merupakan paman dari Gibran yang berusia 36 tahun dan sekaligus ipar dari Presiden Joko Widodo.
Sejumlah pihak, termasuk kalangan sipil dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang menjadi pengusung utama Jokowi dalam Pilpres 2014 dan 2019, mengeluarkan kritik tajam terhadap putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batasan usia minimum calon presiden dan wakil presiden yang memungkinkan Gibran lolos.
Anwar dijatuhi sanksi oleh Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi karena melanggar kode etik dan diberhentikan dari jabatannya sebagai pemimpin hakim konstitusi.
Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran terkait netralitas penyelenggara negara dalam Pilpres 2024.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]