WahanaNews.co, Jakarta - Ahmad Sahroni, Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasdem, menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui adanya aliran dana sebesar Rp 800 juta yang masuk ke Partai Nasdem dari Kementerian Pertanian.
Dana tersebut diduga merupakan dana korupsi yang melibatkan Syahrul Yasin Limpo (SYL), yang juga menjabat sebagai ketua panitia dalam acara pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca Juga:
Kasus Korupsi DJKA, KPK Sita 9 Rumah danUang Miliaran Rupiah
Ketika ditanya oleh Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh di Pengadilan Tipikor Jakarta, Sahroni menjawab bahwa biasanya dalam proses di partai, tingkatan bawah akan memberikan laporan kepada tingkatan di atasnya.
Selanjutnya, jika ada ketua panitia, staf yang sudah dibentuk akan melaporkan kepada ketua panitia, dan tidak selalu harus melalui bendahara umum.
Sahroni menjelaskan bahwa dana untuk acara pendaftaran bakal caleg tersebut tidak ditangani olehnya sebagai Bendum Partai Nasdem.
Baca Juga:
Penguatan UU Tipikor, KPK Anggarkan Dana Rp2,1 Miliar
Menurutnya, uang tersebut hanya dikelola di dalam kepanitiaan acara yang dipimpin langsung oleh SYL.
Ketika ditanya apakah anggaran untuk acara tersebut dibahas secara internal di Partai Nasdem, Sahroni menyatakan bahwa di level kepanitiaan tersebut, hal itu tidak dibahas karena sudah ada kepengurusan dan kepanitiaan yang menangani masalah ini.
Sebab, dalam proses persidangan sebelumnya mantan Staf Khusus Syahrul Yasin Limpo alias SYL, Joice Triatman menyebut Sekertaris Jenderal DPP Nasdem Hermawi Taslim mengetahui dugaan aliran dana dari Kementan senilai Rp 850 juta.
Uang tersebut diduga digunakan Nasdem untuk bakal calon legislatif atau bacaleg.
Joice mengungkap hal itu saat menjadi salah satu saksi dalam kasus pemerasan hingga penerimaan gratifikasi di Kementan RI, pada Senin (27/5) lalu.
Dalam kasus ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi. Adapun pemerasan yang diduga diterima Syahrul Yasin Limpo sebesar Rp 44.546.079.044 atau Rp 44,54 miliar.
Serta menerima gratifikasi sebesar Rp 40.647.444.494 atau Rp 40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.
Perbuatan pemerasan ini dilakukan oleh SYL bersama Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan, Muhammad Hatta, selama periode 2020-2023.
Atas perbuatannya mengumpulkan uang tersebut, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Syahrul Yasin Limpo bersama Kasdi dan Muhammad Hatta didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 40.647.444.494 atau Rp 40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 hingga Oktober 2023.
Dalam kasus penerimaan gratifikasi ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]