WahanaNews.co | Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, memperkuat sinergi pemberantasan korupsi antara lembaga yang dia pimpin dengan Polda dan Kejati Provinsi Banten.
Firli Bahuri pun bertemu dengan Kapolda Banten, Irjen Pol Rudy Heriyanto, dan Kajati Banten, Reda Manthovani, beserta jajarannya saat audiensi bersama yang berlangsung secara hybrid dari Gedung Polda Banten, Jumat (25/2/2022).
Baca Juga:
Drama Pertemuan Alexander dan Eko Darmanto: KPK Dikejar Kasus Dugaan Gratifikasi
Pada pertemuan itu, Firli mengatakan, tugas memberantas korupsi diberikan kepada KPK, Kejaksaan, dan juga Kepolisian.
Oleh karena itu, ketiga lembaga tersebut perlu bersinergi demi memberantas rasuah secara optimal.
"Tidak mungkin korupsi hanya ditangani KPK, perlu ada orkestrasi antara Kejaksaan, Polri, dan KPK," kata mantan Kapolda Sumsel itu melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta.
Baca Juga:
Setahun Berlalu, Polda Metro Jaya Belum Juga Tahan Firli Bahuri
Firli menerangkan, salah satu tugas pokok KPK yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK adalah melakukan koordinasi dan supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Hingga saat ini, Firli menyebut semua kementerian dan lembaga negara telah berkoordinasi dengan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.
Sementara itu, pelaksanaan tugas supervisi oleh KPK diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 102 Tahun 2020.
Dalam aturan itu dijelaskan ada tiga tahapan supervisi, yaitu penelitian, penelaahan, dan pengawasan.
Pada forum itu, Firli juga menjelaskan tentang tata cara pelaksanaan supervisi kepada seluruh jajaran Polda dan Kejati Banten.
Pertama, KPK akan melayangkan surat kepada Kejaksaan Agung RI atau Kepolisian RI mengenai rencana supervisi perkara yang akan dilakukan KPK.
"Kalau KPK ingin melakukan supervisi, maka KPK akan memberitahu kepada Kejaksaan RI dan Kepolisian RI. Diberitahu dan diputuskan perkara apa saja yang akan disupervisi," bebernya.
Selain supervisi, Perpres tersebut juga menyebut bahwa KPK dapat mengambil alih suatu perkara tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Polri atau kejaksaan.
"Kalau perkara tidak selesai atau terdapat pengaruh dari kekuasaan dan keterlibatan pelaku sesungguhnya yang tidak ingin diungkap maka boleh diambil alih," ujarnya.
Firli menyebut, selama 2021, KPK mencatat terdapat 107 berkas perkara yang disupervisi.
Sebanyak 92 berkas perkara telah naik tahapan, dengan rincian P21 sebanyak 69 berkas perkara, inkrach sebanyak 14 perkara, dan SP3 ada 9 perkara korupsi. [gun]