WahanaNews.co | Polisi segera menelusuri sumber dana organisasi Khilafatul Muslimin. Sebab organisasi ini menjalankan sejumlah program yang mengeluarkan banyak anggaran.
Polisi menduga dana operasional besar dikelola oleh organisasi Khilafatul Muslimin untuk penyebaran berita bohong dan pelanggaran UU Ormas dengan menawarkan ideologi khilafah.
Baca Juga:
Polisi Cokok Menteri Penerimaan Zakat di Lampung
"Uang operasionalnya cukup besar. Ini pertanyaan besar yang harus kita jawab. Jadi proses penyelidikannya lanjut. Dari mana uang pembuatan dan perawatan website dan mencetak buletin dan lain sebagainya," kata Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi, di Mapolda Metro Jaya, Rabu (8/6/2022)
Hengki mengatakan proses penyelidikan ormas Khilafatul Muslimin tidak akan berhenti pada penangkapan Abdul Qadir Baraja. Aliran sumber dana ormas tersebut kini bakal diusut penyidik.
"Ke depan kita masih akan kembangkan. Ini organisasi yang cukup besar. Belum lagi kita akan selidiki sumber dana dan sebagainya," jelas Hengki.
Baca Juga:
Khilafatul Muslimin Lakukan Hidden Crimes, Artinya Apa Sih?
Saat ini organisasi Khilafatul Muslimin tersebar di 23 kantor wilayah dengan 3 tiga wilyah yakni Sumatra, Jawa, dan Wilyah Timur. Polisi akan melakukan pendalaman dalam menangani kasus tersebut.
"Ini tidak dapat dianggap sederhana. Ini adalah awal pintu masuknya pimpinan tertinggi dan pendiri dari ormas ini," jelasnya.
Sebelumnya, polisi menangkap dan menetapkan Abdul Qadir Baraja sebagai tersangka. Tidak hanya terkait konvoi anggota Khilafatul Muslimin yang terjadi di Cawang, Jakarta Timur, pada Minggu (29/5/2022) polisi menyebut organisasi pimpinan Hasan Baraja ingin mengganti Pancasila dengan sistem Khilafah.
"Kelompok ini tawarkan Khilafah sebagai pengganti Pancasila. Hal ini bertentangan dengan UU Dasar 1945," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan.
Abdul Qadir Baraja telah ditetapkan sebagai tersangka. Dia dijerat dengan Pasal 59 ayat 4 juncto Pasal 82 ayat 2 UU RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas dan Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Ancaman Hulu minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun penjara," pungkas Zulpan. [qnt]