WahanaNews.co | Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW) menantang lembaga antirasuah membuka rekaman proses dan hasil gelar perkara atau ekspose penyelidikan Formula E.
BW menyebut KPK harus menjawab tudingan perihal paksaan meningkatkan status Formula E ke tahap penyidikan dan menetapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai tersangka.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, menilai pernyataan BW itu naif sekaligus aneh.
Pernyataan ini disampaikan di Kanal Youtube milik mantan pegawai KPK Novel Baswedan.
Saat ini Novel menjadi ASN Polri setelah sebelumnya dinyatakan tidak layak menjadi pegawai KPK.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
"Baru pertama kali saya dengar, ada mantan pimpinan lembaga penegak hukum meminta proses penyelidikan dan ekspos dibuka saat kasusnya masih berjalan. Apakah BW dan NB lupa dengan prosedur penyelidikan atau memang selama ini tidak pernah tahu?" ujar Hari.
Hari pun menyebutkan dirinya tak heran keduanya bermasalah dengan hukum saat masih di KPK.
Bambang Widjoyanto Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (2011-2015) pada 23 Januari 2015, Bambang Widjojanto ditangkap oleh Bareskrim Polri terkait kasus keterangan palsu soal penanganan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah tahun 2010. Saat itu dia dikenakan Pasal 242 juncto pasal 55 KUHP.
Sementara Novel Baswedan pernah menjadi tersangka terkait kasus tindak penganiayaan pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004.
Kasusnya dihentikan karena daluwarsa kasus tersebut. Kasus itu terjadi pada 18 Februari 2004. Kemudian, sesuai Pasal 79 KUHP yang menyebutkan kalau ancaman terhadap seseorang tiga tahun penjara maka kedaluwarsanya 12 tahun.
Melihat track tersebut kredibilitas keduanya layak dipertanyakan saat bicara prosedur hukum yang tengah dijalankan oleh lembaga penegak hukum seperti KPK.
Apalagi, dasar pijaknya hanya kabar burung tentang ekspos penyelidikan. "Bukankah hal yang wajar jika KPK saat penyelidikan melakukan ekspos demi ekspos sampai tiba pada kesimpulan apakah kasus ini kayak disidik atau dihentikan?" tambah Hari.
Sekedar mengingatkan, tambah Hari, KPK melakukan penyelidikan kasus Pelindo 2 lebih dari dua tahun. Sebelum akhirnya diputus bersalah secara inkrah oleh mahkamah Agung.
"Kalau memang mau mendengar ekspos penyelidikan, mungkin kasus ini lebih cocok sebagai pembelajaran bagi mahasiswa fakultas hukum. bagaimana konstruksi sebuah kasus dibentuk," ujarnya.
Terlepas dari hak tersebut, Hari menemukan hal menarik, keduanya membantu publik membuka Kasus Formula E yang selama ini tertutup untuk publik.
"Kami menemukan sejumlah fakta menarik yang selama ini merupakan missing link dalam berkas laporan kami ke KPK," ujar Hari.
Temuan paling menarik, menurutnya, adalah adanya intallment fee dalam kontrak Formula E.
"Perlu diingat, selama ini Anies dan pasukannya hanya mengenal Commitment Fee. Apakah Installment Fee dan Commitment Fee ini adalah binatang yang sama? Biarkan KPK yang mengungkapnya." tambahnya.
Selain itu, BW juga membuka proses Formula E.
"Terlihat BW mengambil konklusi AB tidak bersalah karena sudah disetujui DPRD. Apakah BW dan NB lupa berapa banyak kasus yang diungkap KPK yang melibatkan Eksekutif dan Legslatif?" ujar Hari.
"Sebagai sesama aktifis, saya menghormati Mas BW. Saya tidak percaya jika dia tidak paham atau tidak tahu seluk beluk KPK. Termasuk berapa banyak kasus yang melibatkan eksekutif dan legislatif. Tetapi tidak sopan rasanya kalau saya mencurigai Mas BW sengaja menelikung Anies. Untuk itu, saya sarankan Mas BW sebagai penasihat hukum Anies fokus pada pembuktian hukum. Urusan politisasi KPK biar menjadi urusan LSM dan Tim Sukses," tandasnya. [rin]