WahanaNews.co | Densus 88 Antiteror Polri menyatakan sudah menangkap 24 tersangka terkait pendanaan jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI).
Pendanaan ini terbagi dalam dua yayasan, yakni Syam Organizer dan Lembaga Amil Zakat Badan Mal Abdurrahman Bin Auf (LAZ BM ABA).
Baca Juga:
3 Terduga Teroris Ditangkap, Polisi: Barbuk yang Diamankan Senapan PCP dan 105 Butir Amunisi
"Nah, 14 dari BM ABA 10 dari SO (Syam Organizer) yang sudah ditangkap dan kami sudah mendapatkan lagi nama-nama ataupun peran-peran dari orang yang selanjutnya," kata Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar kepada wartawan, Kamis (25/11).
Aswin menuturkan bahwa penyidik masih mengembangkan kelompok-kelompok yang menyandang dana untuk menghidupkan organisasi teroris tersebut selama ini.
Densus menemukan, setidaknya dalam setahun kedua yayasan tersebut dapat meraup keuntungan hampir mencapai Rp30 miliar.
Baca Juga:
Densus 88 Ringkus Lima Terduga Teroris di Tiga Tempat
Jumlah diperkirakan dapat bertambah lantaran hanya yang tercatat dalam laporan keuangan resmi milik yayasan.
"Pendapatannya hampir sekitar Rp15 miliar per tahun. Jadi itu yang baru masuk dalam hitungan laporan keuangan mereka," ucap Aswin.
"Di BM ABA juga tidak jauh beda, itu sekitara Rp14 miliar per tahun," tambahnya.
Menurutnya, modus pendanaan teroris tersebut menggunakan sistem sel terputus untuk menghindari pencatatan-pencatatan formal yang dilakukan oleh pemerintah.
Misalnya, penyidik sempat menyita uang tunai sebesar Rp944,8 juta saat menggeledah kantor Syam Organizer beberapa waktu lalu.
"Jumlah ini jauh lebih fantastis dibandingkan apa yang bisa kami ungkap dalam bentuk laporan," jelasnya.
Aswin mengatakan bahwa penyidikan untuk mengungkap mekanisme pendanaan jaringan JI tersebut masih terus dikembangkan.
Ia menuturkan bahwa penyidik masih menyusun rangkaian peristiwa yang selama ini berhasil diungkap.
Menurutnya, upaya yang dilakukan tersebut merupakan hal yang jangka panjang dan tidak memakan waktu dalam satu atau dua tahun terakhir.
Densus 88, kata dia, saat ini tengah menyasar pada sejumlah otak atau pihak yang berada di belakang organisasi untuk menggerakkan jaringan.
Penangkapan kini tak lagi banyak dilakukan terhadap para kombatan jaringan yang melakukan aksi teror seperti pengeboman.
"Kami makin naik ke atas, kami sudah jauh dari tangan yang dulunya berlumuran lumpur dengan darah. Yang bagian meledak-meledak, yang bagian menyerang-menyerang. Sekarang kami naik ke atas ke bagian otak, strategi seperti pendanaan dan lainnya," tambah dia. [rin]