WahanaNews.co, Jakarta - Penyebab dugaan bunuh diri (bundir) yang dilakukan oleh satu keluarga di Apartemen Teluk Intan Penjaringan, Jakarta Utara, masih belum terungkap.
Keluarga tersebut terdiri dari ayah yang dikenal dengan inisial (EA), ibu (AEL), anak perempuan (JL), dan anak laki-laki (JWA), yang semuanya terikat satu sama lain ketika jatuh dari lantai 22.
Baca Juga:
Tak Percaya Brigadir RAT Bunuh Diri, Istri Ungkap Suaminya Bertugas Kawal Pengusaha
Meskipun polisi telah memeriksa 12 saksi, termasuk keluarga korban dan orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut di tempat kejadian, motif dari peristiwa bunuh diri tersebut masih menjadi misteri.
Polisi mencatat bahwa keterangan dari para saksi masih bersifat subjektif dan saat ini masih menjadi bagian dari proses penyelidikan.
Tanpa jejak
Baca Juga:
Terungkap 2 Anak dari Keluarga Bunuh Diri di Jakut Sudah Setahun Putus Sekolah
Kapolres Jakarta Utara (Jakut) Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan, biasanya, kasus bunuh diri menyisakan jejak sehingga bisa terungkap motifnya.
"Kasus yang kami tangani biasanya selalu meninggalkan jejak. Tapi, untuk kasus ini tidak ada sama sekali," ujar Gidion, melansir Kompas.com, Selasa (19/3/2024).
Polisi pun tidak menemukan catatan yang berisi pesan terakhir di tas milik sekeluarga itu. Di lokasi kejadian, ditemukan ponsel keempat korban.
Namun, ponsel tersebut sudah rusak karena dibawa korban saat melompat. Polisi pun tidak bisa mendapatkan data dari ponsel itu.
Sebelum melakukan bunuh diri, sekeluarga tersebut sempat menumpangi taksi online dan berkomunikasi dengan sopir taksi itu.
Namun, komunikasi yang dilakukan natural dan tidak terlihat kecemasan pada keluarga itu.
Petunjuk ikatan tali
Gidion berujar, tali yang terikat di tangan para korban bisa jadi petunjuk untuk menguak penyebab satu keluarga bunuh diri itu.
"Tali itu menjadi clue-nya untuk cek apakah ada DNA lain atau tidak," ungkap Gidion.
Dengan mengetahui keberadaan DNA lain atau tidak, akan menegaskan kasus ini pada dugaan pembunuhan atau bunuh diri.
Gidion menduga bunuh diri ini sudah direncanakan dengan matang. Namun, siapa yang menginisiasinya masih terus didalami oleh pihak kepolisian.
"Siapa sih yang menentukan si ibu berpasangan dengan anak laki, si bapak berpasangan dengan perempuan pastikan ada aktor di balik itu semua," kata dia.
Gidion belum bisa menentukan, apakah sosok itu merupakan orang lain atau salah satu dari keempat korban tersebut.
Namun, Gidion meyakini tidak mungkin kedua anaknya yang menginisiasi tindakan bunuh diri ini.
Pihak kepolisian juga sudah melakukan tiga kali olah TKP untuk lebih menguatkan penyidikan, di antaranya pemeriksaan DNA dan melacak CCTV.
Sosok yang tertutup
Dari keterangan para saksi, polisi ingin mencari pembuktian apakah ada tindakan pidana lain dari kejadian ini atau tidak.
Gidion mengatakan berdasarkan keterangan dari beberapa saksi, satu keluarga bunuh diri ini disebut sangat tertutup dengan keluarganya yang lain.
Berdasarkan keterangan dari para keluarga, keempat korban ini sudah tidak menjalin komunikasi dengan keluarganya selama dua tahun.
Gidion juga mengungkapkan, korban satu keluarga bunuh diri ini memang sempat tinggal di Solo. Namun, untuk daerah tepatnya belum bisa dilacak pihak kepolisian hingga kini.
Bahkan kedua anak yang menjadi korban kasus bunuh diri ini pun sudah tidak bersekolah selama satu tahun.
"Anak tidak terdaftar sekolah sudah satu tahun," imbuhnya.
Sempat sembahyang
Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara (Jakut) Ajun Komisari Besar (AKBP) Hady Siagian mengatakan, ibu berinisial AEL, sempat sembahyang di Klenteng Apartemen Teluk Intan Penjaringan, Jakut.
Ia juga menjelaskan, lokasi lompat satu keluarga tersebut berada di sebelah kanan kelenteng Apartemen Teluk Intan.
"Tapi sebelum ke kanan (lokasi lompat), istrinya berdoa dulu, sembahyang," ucapnya kepada wartaman di Polres Jakut.
Sementara sang ayah dan kedua anaknya menunggu di kursi.
Hady juga menegaskan bahwa lantai 22 apartemen tersebut selalu terbuka dan tidak pernah dikunci, sehingga siapa pun diperbolehkan untuk masuk dan beribadah.
"Di atas ada klenteng, dan pintu atasnya selalu terbuka, tidak dikunci. Karena itu, siapa pun yang ingin beribadah di sana bisa melakukannya," ungkapnya.
Polisi juga menjelaskan bahwa penjaga kelenteng yang bernama Akong tidak melihat saat satu keluarga tersebut hendak melompat.
Sebabnya, lokasi bunuh diri satu keluarga tersebut bukanlah di area kelenteng, tetapi di taman.
"Karena ada dua bagian, sebelah kiri klenteng, sebelah kanan taman. Nah, posisi korban loncat itu di daerah taman sana, bukan di kelentengnya," ujar dia.
Hady juga mengungkapkan, Ahong memang melihat saat korban berinisial AEL berdoa di kelenteng.
Namun, ia tak menyangka apabila korban bersama keluarganya akan melompat ke lantai bawah.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]