WahanaNews.co, Jakarta – Sejak tahun 2014 pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejumlah gubernur terseret kasus korups.
Melansir dari catatan CNN Indonesia, Jumat (22/12/2023) setidaknya ada 11 gubernur yang harus berhadapan dengan hukum atas kasus korupsi.
Baca Juga:
Momentum Hari Pahlawan, Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie Kampanye Akbar di Kota Bekasi
2015
Gubernur Papua Barnabas Suebu
Gubernur Papua periode 2006-2011 Barnabas Suebu harus berurusan dengan KPK atas kasus pembangunan PLTA yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp43,362 miliar (perhitungan BPK pada 18 Juni 2015 dan 25 Juni 2015).
Baca Juga:
Ratusan Pelaku Usaha Meriahkan Roeang Kita UMKM Fest 2024 Kemenkeu Jabar
Barnabas divonis dengan pidana delapan tahun penjara dan sudah bebas bersyarat sejak 17 Juli 2022.
Kasus ini bermula ketika Barnabas berencana membangun PLTA di Papua pada 2007. Barnabas mengatur PT KPIJ sebagai perusahaan yang membangun PLTA tersebut. Barnabas dan keluarganya memiliki saham mayoritas di KPIJ.
Adapun KPIJ menggandeng perusahaan lain karena tak memiliki kemampuan membangun pembangkit.
Dari proyek ini, KPIJ menerima pembayaran Rp41,34 miliar. Namun, sebenarnya anggaran yang terpakai untuk pekerjaan hanya Rp6,886 miliar.
Sisanya digunakan untuk membayar pihak-pihak terkait Rp7,8 miliar, dikembalikan ke kas daerah Rp5,38 miliar, dan sebesar Rp21,5 miliar untuk kepentingan di luar proyek. Barnabas terbukti memperoleh Rp300 juta dari keuntungan PT KPIJ.
Gubernur Riau Annas Maamun
Gubernur Riau Annas Maamun harus menghadapi tiga tuntutan KPK. Pertama, ia disebut menerima suap US$166.100 dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut terkait kepentingan memasukkan areal kebun sawit dengan total luas 2.522 hektare di tiga kabupaten dengan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.
Kedua, menerima suap Rp500 juta dari Edison Marudut melalui Gulat Medali Emas Manurung terkait dengan pekerjaan proyek untuk kepentingan perusahaan Edison Marudut di lingkungan Provinsi Riau.
Ketiga, Annas disebut menerima suap Rp3 miliar dari janji Rp8 miliar dari Surya Darmadi melalui Suheri Terta untuk kepentingan memasukkan lahan milik sejumlah anak perusahaan PT Darmex Argo yang bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit, dalam revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau.
Dalam perjalanannya, Annas mendapat pengurangan hukuman selama satu tahun alias grasi dari Presiden Jokowi. Grasi itu tertuang dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor: 23/G Tahun 2019 tertanggal 25 Oktober 2019.
Pada Rabu, 30 Maret 2022, KPK kembali memproses hukum Annas atas kasus dugaan suap pengesahan RAPBD-P tahun anggaran 2014 dan/atau RAPBD tahun anggaran 2015 Provinsi Riau.
Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho
Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho memecahkan rekor dengan menjadi tersangka atas empat kasus korupsi. Ia diproses hukum oleh KPK dan Kejaksaan Agung atas kasus suap anggota DPRD terkait penolakan penggunaan hak interpelasi DPRD Provinsi Sumut dan pengesahan APBD Sumut 2014-2015; kasus korupsi dana bansos; kasus suap terhadap mantan Sekjen NasDem Patrice Rio Capella terkait pengamanan kasus bansos di Kejaksaan; dan kasus suap Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro.
2016
Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam
Pada Selasa, 23 Agustus 2016, KPK mengumumkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam perizinan tambang.
Wakil Ketua KPK saat itu, Laode M. Syarif, mengatakan penetapan Nur Alam sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti hasil pengembangan penyelidikan yang dilakukan oleh KPK terkait persetujuan izin usaha tambang di Sultra tahun 2009-2014.
Laode menjelaskan Nur Alam diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai gubernur untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis Nur Alam dengan pidana 12 tahun penjara. Nur Alam dinilai telah terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp1,59 triliun dan menerima gratifikasi sejumlah Rp40,268 miliar.
Majelis hakim yang terdiri atas Diah Siti Basariah, dengan anggota Duta Baskara, Sunarso, Sigit Herman Binaji serta Joko Subagyo juga sepakat untuk menjatuhkan uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar dan pencabutan hak politik selama lima tahun setelah Nur Alam selesai menjalani hukumannya.
2017
Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti
Pada Kamis, 12 Oktober 2017, Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti bersama istrinya Lily Martiani Maddari didakwa menerima hadiah atau janji berupa uang Rp1 miliar. Uang itu merupakan bagian dari janji sebesar Rp4,7 miliar.
Suap tersebut diberikan oleh Jhoni Wijaya selaku Direktur PT Statika Mitra Sarana (PT SMS). Kasus ini juga melibatkan pengusaha Rico Diansari.
Jhoni merupakan perwakilan dari pemenang dua proyek di Bengkulu, yaitu pelaksanaan kegiatan pembangunan atau peningkatan jalan Tes-Muara Aman (Air Dingin-Tes) dengan kontrak senilai Rp37.072.160.000 dan pelaksanaan kegiatan pembangunan atau peningkatan jalan Curup-Air Dingin dengan nilai kontrak Rp16.875.983.000.
Ridwan dan istrinya divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor pada PN Bengkulu. Masing-masing dipidana sembilan tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider delapan bulan kurungan. Hak politik Ridwan juga dicabut selama lima tahun.
2018
Gubernur Jambi Zumi Zola
Gubernur Jambi Zumi Zola mulai ditahan KPK pada 9 April 2018. Zumi diproses hukum atas kasus penerimaan gratifikasi Rp49 miliar bersama-sama dengan mantan Plt Kadis PUPR Provinsi Jambi Arfan. Seiring berjalannya waktu, KPK juga menjerat Zumi di kasus suap anggota DPRD Jambi.
Zumi divonis dengan pidana enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan karena dinyatakan terbukti menerima gratifikasi berupa Rp37.477.000.000, US$173.300, dan Sin$100.000, serta satu unit mobil Toyota Alphard.
Zumi juga dinyatakan terbukti memberikan suap kepada 53 anggota DPRD Jambi periode 2014-2019 dengan total Rp16,34 miliar sebagai uang ketuk palu agar DPRD Jambi menyetujui Raperda APBD tahun anggaran 2017 dan 2018 menjadi Perda APBD 2017 dan 2018.
KPK menjebloskan Zumi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada 14 Desember 2018. Zumi sudah menghirup udara bebas sejak Selasa, 6 September 2022.
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf merupakan terpidana kasus korupsi Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun Anggaran 2018 senilai Rp1,05 miliar dan gratifikasi Rp8,71 miliar.
Irwandi ditangkap KPK di Pendopo Gubernur pada Selasa malam 3 Juli 2018 silam. Total uang yang disita dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut sebesar Rp500 juta. Irwandi mulai ditahan KPK pada 5 Juli 2018.
Pada April 2019, Irwandi divonis dengan pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan.
Empat bulan kemudian, Agustus 2019, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat vonis Irwandi menjadi delapan tahun penjara setelah majelis hakim mengabulkan permohonan banding Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Namun, di tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) memotong vonis Irwandi kembali menjadi tujuh tahun penjara dengan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan.
KPK menjebloskan Irwandi ke Lapas Sukamiskin pada 14 Februari 2020. Atas kasus korupsi itu, Presiden Jokowi memecat Irwandi dari jabatan Gubernur Aceh pada 15 Oktober 2020. Posisi dia digantikan oleh Nova Iriansyah sebagai Plt. Gubernur Aceh.
Irwandi menghirup udara bebas setelah mendapatkan program pembebasan bersyarat pada Selasa, 25 Oktober 2022.
2019
Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun
Pada Juli 2019, KPK menangkap tangan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun. Tim penindakan KPK mengamankan uang Sin$6.000 dalam operasi senyap tersebut.
KPK memproses hukum Nurdin bersama dengan tiga orang lainnya. Yakni Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri Budi Hartono dan satu pihak swasta bernama Abu Bakar. Mereka mulai ditahan KPK pada Jumat, 12 Juli 2019.
Nurdin dinyatakan terbukti menerima suap agar menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektare, surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektare, serta rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-pulau Kecil (Perda RZWP3K).
Nurdin terbukti menerima suap senilai Rp45 juta dan Sin$11.000 serta gratifikasi sebesar Rp4.228.500.000.
Kasus ini berjalan hingga tahap Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA). Nurdin tetap dihukum dengan pidana empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan karena MA menolak PK yang diajukannya.
Nurdin juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp4.228.500.000 serta dicabut hak politik selama lima tahun.
2021
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah
KPK menangkap Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat, 26 Februari 2021 tengah malam. Setelah dilakukan gelar perkara atau ekspose dalam kurun waktu 1x24 jam, Nurdin ditetapkan KPK sebagai tersangka.
Selain itu, KPK turut memproses hukum Sekretaris Dinas PUTR Pemprov Sulawesi Selatan yang juga orang kepercayaan Nurdin, Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto.
Pada Kamis, 16 Desember 2021, KPK menjebloskan Nurdin ke Lapas Sukamiskin Bandung. Eksekusi tersebut menindaklanjuti putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar Nomor: 45/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Mks tanggal 29 November 2021.
Nurdin divonis dengan pidana lima tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider empat bulan kurungan. Ia juga dihukum dengan pidana uang pengganti sebesar Rp2,18 miliar dan Sin$350 ribu.
Tak hanya itu, hak politik Nurdin juga dicabut selama tiga tahun setelah selesai menjalani masa pidana pokok lima tahun penjara. Nurdin dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi mencapai Rp13 miliar terkait proyek di wilayahnya.
2023
Gubernur Papua Lukas Enembe
KPK memulai tahun ini dengan menangkap Gubernur Papua Lukas Enembe. Tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp1 miliar itu ditangkap saat sedang makan siang di salah satu rumah makan di Distrik Abepura, Kota Jayapura, Selasa, 10 Januari 2023.
Dalam proses penyidikan berjalan, nilai suap dan gratifikasi yang diterima Lukas melebihi dari temuan awal KPK. Dalam surat tuntutan jaksa KPK, Lukas disebut menerima suap senilai Rp45,8 miliar dan gratifikasi sebesar Rp1,9 miliar.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider empat bulan kurungan terhadap Lukas. Pengadilan tingkat banding ini juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban pembayaran uang pengganti sebesar Rp47,8 miliar subsider lima tahun penjara kepada Lukas.
Vonis tersebut lebih berat dari hukuman yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menghukum Lukas dengan pidana delapan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider empat bulan kurungan ditambah uang pengganti Rp19,6 miliar subsider dua tahun penjara. Hak politik Lukas turut dicabut selama lima tahun.
KPK belum bisa mengeksekusi Lukas karena putusan pengadilan belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba
Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar di Jakarta Selatan dan Kota Ternate, Senin, 18 Desember 2023.
Abdul Gani ditangkap tim KPK bersama dengan 17 orang lainnya yang terdiri dari pejabat di Maluku Utara dan pihak swasta.
Dalam operasi senyap tersebut, KPK turut mengamankan barang bukti berupa uang sekitar Rp725 juta sebagai bagian dari dugaan penerimaan Rp2,2 miliar.
Abdul Gani tersandung kasus dugaan suap untuk proyek Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) serta perizinan di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Setidaknya KPK menetapkan tujuh orang sebagai tersangka terkait kasus tersebut.
Mereka ialah Abdul Gani Kasuba; Kadis Perumahan dan Permukiman Adnan Hasanudin; Kadis PUPR Daud Ismail; Kepala BPPBJ Ridwan Arsan; Ajudan Ramadhan Ibrahim; Stevi Thomas (swasta); dan Kristian Wuisan (swasta, belum ditahan).
Abdul Gani, Ramadhan Ibrahim dan Ridwan Arsan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Adnan Hasanudin, Daud Ismail, Stevi Thomas dan Kristian Wuisan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
[Redaktur: Alpredo Gultom]