WahanaNews.co, Jakarta - Meskipun telah dicopot dari jabatan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menjadi tersangka dugaan korupsi, Firli Bahuri masih menerima penghasilan dan berbagai tunjangan fasilitas senilai Rp 86.329.000 per bulan.
Namun, jumlah penghasilan yang diterima oleh Firli Bahuri tidak mencapai 100 persen. Menurut mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, Firli akan menerima sebanyak 75 persen dari jumlah penghasilannya.
Baca Juga:
Didominasi Penegak Hukum, MAKI: Pimpinan Baru KPK Tak Mewakili Masyarakat dan Perempuan
Yudi menjelaskan bahwa ketentuan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK.
"Penghasilannya sekarang ketika non-aktif sebesar 75 persen," kata Yudi dalam keterangan resminya di Jakarta pada Kamis (30/11/2023).
Besaran penghasilan dan tunjangan fasilitas Firli sebagai Ketua KPK sebelumnya diatur dalam PP Nomor 82 Tahun 2015 yang merupakan perubahan dari PP Nomor 29 Tahun 2006.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Dalam keadaan normal, Firli Bahuri yang menjabat sebagai Ketua KPK dapat menerima penghasilan dan tunjangan fasilitas sebesar Rp 123.938.500 per bulan.
Sebagaimana Pasal 3 PP Nomor 82 Tahun 2015, rincian penghasilan itu adalah gaji pokok Rp 5.040.000, tunjangan jabatan Rp 24.818.000, dan tunjangan kehormatan Rp 2.396.000.
Dengan demikian, total penghasilan Firli sebagai Ketua KPK aktif dalam sebulan dan diterima dalam bentuk tunai Rp 32.254.000.
Selain itu, saat belum menjadi tersangka, Firli sebagai Ketua KPK juga berhak mendapatkan tunjangan fasilitas berupa tunjangan kesehatan dan jiwa Rp 16.325.000, tunjangan perumahan Rp 37.750.000, tunjangan transportasi Rp 29.546.000, dan tunjangan hari tua Rp 8.063.500.
Total tunjangan fasilitas itu dalam satu bulan mencapai Rp 99.550.000.
Namun, tunjangan kesehatan dan jiwa serta tunjangan hari tua diberikan kepada lembaga asuransi, tidak diterima secara tunai.
Adapun perhitungan tunjangan Firli ketika statusnya menjadi tersangka yakni merujuk pada Pasal 7 Ayat (3) PP Nomor 29 Tahun 2006, yang menyatakan bahwa pimpinan KPK yang menjadi tersangka mendapat penghasilan 75 persen dari penghasilan berupa gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan kehormatan.
Kemudian, pada Ayat (4) Pasal tersebut menyatakan, Firli tetap berhak mendapatkan tunjangan perumahan, tunjangan kesehatan dan jiwa, serta tunjangan hari tua.
Dengan demikian, Firli masih menerima gaji, tunjangan jabatan, dan kehormatan Rp 24.190.500 dari nilai seharusnya Rp 32.254.000.
Kemudian, Firli juga tetap mendapatkan tunjangan fasilitas berupa tunjangan perumahan, tunjangan hari tua, serta tunjangan kesehatan dan jiwa senilai Rp 62.138.500.
Sebagai hasilnya, Firli Bahuri masih mendapatkan penghasilan, tunjangan, dan fasilitas senilai Rp 86.329.000 meskipun telah menjadi tersangka.
Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 61.940.000 diberikan dalam bentuk tunai.
Yudi mengungkapkan bahwa terkait penerimaan gaji dari negara, Firli seharusnya tetap hadir di kantor karena ada kewajiban yang timbul akibat penerimaan uang tersebut.
Namun, karena Firli dalam status nonaktif dan aksesnya telah dicabut oleh KPK, Firli hanya dapat hadir di area tertentu yang diizinkan petugas, seperti lobi Gedung Merah Putih, halaman, dan kantin, mirip dengan masyarakat umum.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]