WahanaNews.co | Eks Kepala Biro Korwas PPNS Polri, Brigjen Pol Prasetijo Utomo juga didakwa menerima suap dalam kasus dugaan penghapusan
nama Djoko Soegiarto Tjandra dari daftarred notice. Dalam perkara ini, dia didakwa menerima
suap USD
150 ribu atau setara Rp 2,2 miliar (Rp 2.200.350.000).
"Brigjen Pol. Prasetijo Utomo menerima 150 ribu dolar AS
dan Irjen Pol. Napoleon Bonaparte menerima 200 ribu dolar Singapura dan 270
ribu dolar AS, dari Joko Soegiarto Tjandra melalui Tommy Sumardi," kata
Jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin
(2/11/2020).
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
Berdasarkan kurs rupiah saat ini, 200 ribu dolar Singapura
setara Rp 3,96 miliar (Rp 3.966.300.000).
Sedangkan 270 ribu dolar AS, setara Rp 2,14
miliar (Rp 2.149.177.548). Sehingga, total suap yang diterima
Napoleon sebesar Rp 6,11
miliar (Rp 6.115.477.548). Jaksa mengatakan, Napoleon
diperintahkan menghapus nama Joko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO)
yang tercatat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi.
Napoleon lantas memerintahkan penerbitan surat yang ditujukan
kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI yaitu surat nomor B/1000/IV/2020/NCB-Div
HI pada 29 April 2020, surat nomor: B/1030/V/2020/NCB-Div HI pada Mei 2020 dan
surat nomor B/1036/V/2020/NCB-Div HI pada 5 Mei 2020.
"Yang dengan surat-surat tersebut pada tanggal 13 Mei 2020
pihak Imigrasi melakukan penghapusan status DPO atas nama Joko Soegiarto
Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi
Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi," ungkap Jaksa.
Baca Juga:
Perang Melawan Narkoba: Polda Sumut Ungkap 32 Kasus dan Sita 201 Kg Sabu, 272 Kg Ganja serta 40.000 butir Ekstasi
Awal Mula Transaksi Suap
Jaksa menjelaskan, sejak 2009, Joko Tjandra menjadi buron kasus
korupsi hak tagih (cessie) bank Bali. Pada awal April 2020, Joko yang berada di
Kuala Lumpur, Malaysia menghubungi H Tommy Sumardi.
Joko menyampaikan, ingin masuk ke wilayah Indonesia secara sah
guna mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus itu. Joko lantas meminta
Tommy Sumardi menanyakan status Interpol red notice atas nama dirinya di NCB
Interpol Indonesia pada Divisi Hubinter Polri.
"Karena sebelumnya, Joko Soegiarto Tjandra mendapat
informasi bahwa Interpol red notice atas nama dirinya sudah dibuka oleh
Interpol Pusat di Lyon, Prancis. Agar Joko Soegiarto Tjandra dapat masuk ke
Indonesia, maka Joko Soegiarto Tjandra bersedia memberikan uang sebesar Rp 10 miliar melalui H. Tommy Sumardi untuk diberikan
kepada pihak-pihak yang turut mengurus kepentingan Joko Soegiarto Tjandra masuk
ke Indonesia, terutama kepada pejabat di NCB Interpol Indonesia pada Divisi
Hubungan Internasional Polri," jelas Jaksa.
Selanjutnya, Tommy Sumardi menemui dan meminta bantuan Brigjen
Pol Prasetijo di kantor Biro Koordinasi dan Pengawasan (Korwas) Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri untuk dapat memeriksa status
Interpol red notice Joko Tjandra. Kemudian, Brigjen Pol. Prasetijo Utomo
mengantarkan dan mengenalkan Tommy Sumardi kepada Napoleon.
Untuk mewujudkan keinginan Joko, pada 9 April 2020 Tommy Sumardi
mengirimkan pesan melalui WhatsApp berisifilesurat dari Anna Boentaran (istri Joko
Soegiarto Tjandra). Kemudian,fileitu diteruskan Brigjen Pol Prasetijo Utomo
kepada Brigadir Fortes.
"Dan memerintahkan Brigadir Fortes untuk mengeditnya sesuai
format permohonan
penghapusanred noticeyang
ada di Divhubinter. Setelah selesai diedit, Brigadir Fortes mengirimkan kembalifiletersebut
untuk dikoreksi Brigjen Pol Prasetijo Utomo," ucap Jaksa.
Prasetijo Minta Jatah
Filekonsep surat tersebut dikirimkan Prasetijo kepada
Tommy Sumardi. Pada 16 April 2020 sekitar pukul 14.15 - 14.58
WIB, Tommy Sumardi datang ke gedung Trans National Crime Centre (TNCC) Mabes
Polri, Jakarta Selatan, sembari membawapaper bagberwarna merah tua. Setibanya di gedung
TNCC Mabes Polri, Tommy menuju ruang Kadiv Hubinter bertemu dengan Napoleon di
ruangannya di lantai 11 gedung TNCC Mabes Polri.
Saat itu, Tommy bertanya kepada Napoleon tentang status Interpol
red notice Joko Tjandra. Selanjutnya, Napoleon mengecek status Joko. Dalam
kesempatan tersebut, Tommy Sumardi juga menyerahkanpaper bagtersebut kepada Napoleon.
Setelah itu, Napoleon meminta Tommy untuk kembali datang esok
hari. Keesokan harinya pada pukul 15.00 WIB, Tommy Sumardi bersama Prasetijo
menemui Napoleon di ruangannya. Dalam pertemuan itu, Napoleon berkata demikian.
"Red noticeJoko
Soegiarto Tjandra bisa dibuka, karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa
buka, asal ada uangnya," kata Jaksa mencontohkan perkataan Napoleon.
Kemudian, Tommy Sumardi menanyakan berapa nominal uangnya.
Napoleon kemudian menjawab "3 lah ji'' atau sebesar Rp3 miliar. Setelah
itu, Tommy Sumardi meninggalkan ruangan Kadiv Hubinter.
Pada 27 April 2020, Joko Soegiarto Tjandra meminta Nurmawan
Fransisca (sekretaris Joko Soegiarto Tjandra) menyerahkan uang sebesar USD 100 ribu melalui Nurdin kepada Tommy Sumardi.
Setelah Tommy Sumardi menerima uang tunai USD 100 ribu tersebut, pada 27 April 2020, Tommy bersama
Prasetijo menuju kantor Div Hubinter untuk menemui dan menyerahkan uang kepada
Napoleon. Saat di perjalanan tepatnya di dalam mobil, Prasetijo melihat uang
yang dibawa oleh H Tommy Sumardi dan berkata demikian.
"Banyak banget ini ji buat beliau? Buat gue mana?"
kata Prasetijo.
Dan saat itu juga, uang dibelah dua oleh Brigjen Pol Prasetijo
Utomo dengan mengatakan, "ini buat gue, nah ini buat beliau".
Kemudian dijawab oleh Tommy Sumardi "Ya, udah lo aja yang nyerahin
semuanya".
Selanjutnya, pada pukul 15.54 WIB, Tommy Sumardi dan Prasetijo
tiba di gedung TNCC Mabes Polri dengan membawapaper bagwarna gelap dan langsung menemui
Napoleon di ruangannya. Prasetijo menyerahkan sisa uang yang ada sebanyak USD 50 ribu. Namun, Napoleon enggan menerima uang dengan
nominal tersebut sembari mengatakan demikian.
"Ini apaan nih segini, ga mau saya. Naik ji jadi tujuh (Rp 7 miliar) ji. Soalnya kan buat depan juga, bukan
buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau petinggi kita ini," kata
Napoleon.
Pada 28 April 2020, Joko Tjandra meminta Nurmawan Fransisca
menyerahkan uang sebesar SGD 200
ribu kepada Tommy Sumardi. Setelah itu, Tommy Sumardi menuju gedung TNCC Mabes
Polri untuk menemui Napoleon pada pukul 12.20 WIB. Sesampainya di ruang kerja
Napoleon, Tomy menyerahkan uang itu. Pada 29 April 2020, Joko Tjandra meminta
Nurmawan Fransisca untuk menyerahkan uang sebesar USD 100 ribu.
"Yang dalam pelaksanaannya, uang tersebut diserahkan kepada
H. Tommy Sumardi melalui Nurdin di Rumah Makan Merah Delima (samping Mabes
Polri). Setelah menerima uang tersebut, H. Tommy Sumardi menuju gedung TNCC Mabes
Polri dan sekira pukul 15.54 WIB Tommy
Sumardi tiba di gedung TNCC dengan membawa kantong plastik warna putih menemui
terdakwa Irjen Pol. Napoleon Bonaparte. Dan kemudian, H. Tommy Sumardi
menyerahkan uang 100 ribu dolar AS yang ada dalam kantong plastik warna putih
kepada Terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte," lanjut Jaksa.
Tidak Ajukan Eksepsi
Berbeda dengan Napoleon, Prasetijo memilih tidak mengajukan
eksepsi atau nota keberatan. Kuasa Hukum Prasetijo, Denny Kailimang mengatakan,
pihaknya lebih memilih bertempur saat agenda pemeriksaan saksi.
"Dalam sidang nanti, saksi-saksi ini yang akan kita cecar.
Apakah keterangan-keterangannya benar atau tidak, nanti lihat keterangan
saksi-saksi di sinilah proses sidang sebenarnya untuk cari kebenaran. Apakah
benar dia mengatakan itu atau tidak seperti yang dikatakan Jaksa," kata
Denny usai persidangan.
Dalam perkara ini, Prasetijo didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2
juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1
ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto
Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [qnt]