WAHANANEWS.CO, Lampung - Seorang siswa SD di Riau harus meregang nyawa akibat di pukuli kakak kelasnya lantaran diduga beda agama viral dimedia sosial.
Menurut penuturan orang tuanya, Gimson Butarbutar, anaknya KB siswa kelas 2 SD yang baru berusia 8 tahun mengalami luka lebam dan sempat dilarikan ke rumah sakit setelah dipukuli oleh lima orang kakak kelasnya.
Baca Juga:
Hadapi OPM, Panglima TNI Bakal Ubah Taktik Tempur
Berselang beberapa hari, kindisi KB makin memburuk. la muntah darah, kejang-kejang, dan akhirnya meninggal dunia Senin 26 Mei 2025.
Jenazah sempat dirujuk ke RSUD Pematang Reba, namun nyawanya tak tertolong. Anak dari pasangan Gimson Beni Butarbutar (38) dan Siska Yusniati Sibarani (30) itu meninggal di Rumah Sakit.
Gimson orang tuanya mengungkap anaknya sering mengalami Bullying (perundungan) karena latar belakang agama.
Baca Juga:
Pendiri NII Crisis Center: Pelaku Teroris Korban Doktrin Sakral Kafir dan Jihad
Atas kejadian tersebut, Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan mengaku prihatin, sebab ini bukan kejadian pertama kali kasus bullying hingga meninggal dunia.
Tahun 2024 kasus yang sama juga dialami ARO (9), anak kelas 3 SD di Subang.
Dia juga meninggal dunia setelah beberapa hari meregang nyawa karena menjadi korban perundungan (bully) kakak kelasnya.
Ken menyebut, kadang sekolah memang melakukan pembiaran terhadap kasus bullying terhadap siswa tersebut dan menganggap hal biasa.
Bahkan anak tidak boleh melapor kepada orang tua jika dibully oleh temen-temen di sekolah
“Banyak orang tua yang melaporkan ke NII Crisis Center jika anaknya dibully karena beda agama, di sekolah ada lagu "tepuk anak sholeh" dan dalam lagu tersebut ada syair kontroversial yang berbunyi mengarah pada sikap intoleran,” kata Ken Setiawan dalam keteranganya, dikutip Selasa (3/5/2025).
Islam Islam yes, kafir kafir no, orang Islam dilarang berteman dengan orang kafir, nanti akan serupa kafir juga seperti mereka, orang kafir itu layak dibunuh.
“Intoleransi ditandai dengan sikap tidak menghargai perbedaan dan dapat memicu radikalisme, yaitu pemahaman dan tindakan ekstrim yang mengarah pada kekerasan,” kata Ken Setiawan.
Dampaknya menurut Ken, bisa meliputi kesulitan dalam bergaul, kesulitan dalam belajar, dan bahkan potensi terlibat dalam tindakan kekerasan di kemudian hari.
Ada juga sekolah yang mengajarkan tentang Al-Wala Wal Bara, Al Wala yang berarti mencintai, menolong sesama Islam, sementara Al-Bara berarti harus menjauhi, membenci, dan memusuhi orang kafir/beda agama.
“Doktrin kafir ini untuk anak-anak sangat berbahaya karena akan di telan mentah-mentah sehingga bisa menimbulkan sikap intoleransi dan pemikiran radikal pada siswa dari usia dini yang dapat mengancam perkembangan anak dan masa depan bangsa,” ujar Ken.
[Redaktur: Alpredo Gultom]